Sejarah Terbentuknya Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan

Pada sekitar 8000 SM Manusia rasAustrolomelanesia mendiami gua-gua di pegunungan Meratus. Fosilnya ditemukan di Gua Babi di Gunung Batu Buli, Desa Randu, Muara Uya, Tabalong, daerah yang berdekatan dengan Kabupaten Balangan.


Kemudian sekitar 2500 SM terjadi migrasi bangsa Melayu Tua dari Yunan ke pulau Borneo yang menjadi nenek moyang suku Dayak (rumpun Ot Danum). Kemudian sekitar 1500 SM terjadi migrasi bangsa Melayu Muda ke pulau Borneo, kemungkinan dari Formosa (Taiwan).

Pada abad ke-5 terjadi migrasi orang Sumatera yang membawa bahasa Melayukuno menjadi Bahasa Banjar Hulu. Diperkirakan pada 520 berdirinya Kerajaan Tanjungpuri di Tanjung, Tabalong yang didirikan orang Melayu kuno, daerah yang bertetangga dengan Kabupaten Balangan.

Pada abad ke-6 Suku Dayak Maanyan melakukan migrasi ke pulau Bangkaselanjutnya ke Madagaskar. Orang Balangan dan orang Pitap yang berbahasa Maanyandan bahasa Bukit mendiami daerah aliran sungai Balangan dan sungai Pitap.

Menurut Kakawin Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, wilayah Barito (= Tanah Dusun), Tabalong dan Sawuku sudah menjadi daerah taklukan Gajah Mada, mahapatih mangkubumi Kerajaan Majapahit. Daerah-daerah tersebut berdekatan dengan wilayah Kabupaten Balangan.

Pada tahun 1387[7], Ampu Jatmaka/Jatmika, saudagar dari negeri Keling (India Selatan atau Jawa Timur) mendirikan kerajaan Negara Dipa dan ia memakai gelar Maharaja di Candi.[8]. Semula ibukota berkedudukan di Candi Laras(Margasari) pada daerah aliran sungai Tapin, kemudian dipindahkan ke hulu di Candi Agung/Negara Dipa (sekarang Amuntai) dekat muara sungai Tabalong tetapi pelabuhan perdagangan yang resmi tetap di Muara Rampiau dekat Candi Laras.

Ampu Jatmika kemudian dilantik sebagai penerus raja Kuripan (Danau Panggang) sehingga ia menjadi penguasa empat negeri : Candi Laras, Candi Agung, Kuripan dan daerah Batung Batulis dan Baparada.[9] Batung Batulis dan Baparada merupakan julukan Kabupaten Balangan dahulu di mana terdapat lokasi yang dikeramatkan, yaitu Gunung Batu Piring(Kampung Pahajatan) tempat mengambil buluh betung (batung batulis) yang dipakai sebagai tiang mahligai/istana bagi Putri Junjung Buih.

Menurut Hikayat Banjar Resensi I, ketika ibukota di Negara Dipa/Candi Agung, Ampu Jatmaka memerintahkan menteri pengananAria Magatsari mudik untuk menaklukan daerah-daerah di hulu, yaitu batang Tabalong, batang Balangan, batang Pitap serta bukit-bukitnya. Maka diangkatlah ketua daerah setempat sebagai menteri-menteri sakai mengepalai daerah tersebut di bawah kekuasaan Aria Magatsari.

Sementara itu menteri pengiwa Tumenggung Tatahjiwa diperintahkan menaklukan batang Alai, batang Amandit, batang Labuan Amas serta bukit-bukitnya. Mula-mula Lambung Mangkurat menjabat sebagai pemangku raja Negara Dipa, penerus Maharaja di Candi, tetapi kemudian sebagai raja dilanjutkan oleh anak angkatnya Putri Junjung Buih (Bhre Tanjungpura) bersama suaminya Pangeran Suryanata I dari Majapahit. Lambung Mangkurat dengan sukarela mengambil posisi sebagai mangkubumi Negara Dipa karena sebenarnya ia bukanlah berdarah biru.

Pada masa kekuasaan Raden Sekar Sungsang, wilayah Balangan termasuk dalam wilayah Kerajaan Negara Daha, nama negeri dengan ibukota yang baru di sebelah hilir di Muara Hulak, yaitu perpindahan dari Negara Dipa (Candi Agung) sampai masa kekuasaan Pangeran Tumenggung.

Lokasi Muara Hulak tersebut pada mulanya muncul sebagai pelabuhan bayangan kerajaan Negara Dipa, padahal pelabuhan perdagangan yang resmi adalah Muara Rampiau. Dengan berdirinya Negara Daha, maka pelabuhan perdagangan dipindah ke hilir dari Muara Rampiau ke Muara Bahan.

Pada tahun 1526, wilayah Balangan menjadi bagian dari Banua Lima, sebuah provinsi dari Kesultanan Banjar, nama negeri dengan ibukota yang baru yang didirikan oleh Sultan Suriansyah (keponakan Pangeran Tumenggung) di lokasi yang jauh lebih ke hilir dekat muara sungai Barito, yaitu Banjarmasin, merupakan perpindahan dari Negara Daha/Muara Hulak.

MASA KOLONIALISME BELANDA

Dalam Perang Banjar, rakyat Balangan ikut aktiff berjuang, pada 4 Mei 1861 terjadi Pertempuran Paringin antara pasukan Antasari melawan kolonial Belanda. Pada tahun 1861 tersebut, pejuang Perang Banjar, Tumenggung Jalil gelar Kiai Adipati Anom Dinding-Raja gugur dalam pertempuran mempertahankan benteng Tundakan.

Pada tahun 1899, Kiai Matsaleh sebagai kepala Distrik Balangan, yaitu salah satu distrik dalam Onderafdeeling Amuntai, Alabio dan Balangan di bawah penguasa Residen C.A Kroesen yang memimpin Zuider en Ooster Afdeeling van Borneo

Menurut Staatblaad tahun 1898 no. 178 Distrik Balangan adalah salah satu Distrik di dalam Onderafdeeling Alabioe en Balangan yang merupakan bagian dari Afdeeling Amuntai.

HARI JADI KABUPATEN BALANGAN

Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Tanah Bumbu dan Kabupaten Balangan di Provinsi Kalimantan Selatan.

Berdasarkan undang-undang tersebut, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno meresmikan Kabupaten Balangan pada tanggal 8 April tahun 2003 yang kemudian menjadi hari jadi yang dirayakan setiap tahunnya. Motto Kabupaten Balangan adalah "Sanggam": "Sanggup Bagawi Gasan Masyarakat" (bahasa Banjar, berarti: Kesanggupan melaksanakan pekerjaan (pembangunan) yang didasari oleh keikhlasan untuk masyarakat.

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Terbentuknya Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel