Sejarah Berdirinya Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah

Saat ini Kabupaten Kotawaringin Timur mempunyai 15 kecamatan, yaitu:Teluk Sampit (pemekaran dari kecamatan Mentaya Hilir Selatan), Bukit Santuei (pemekaran dari kecamatan Mentaya Hulu),Telawang (pemekaran dari kecamatan Kota Besi), Mentaya Hilir Selatan, Mentaya Hilir Utara, Pulau Hanaut, Mentawa Baru Ketapang, Baamang, Seranau, Kota Besi,Cempaga,Cempaga Hulu, Parenggean,Mentaya Hulu, Antang Kalang.


Kotawaringin Timur adalah salah satu kabupaten di provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sampit. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 16.496 km² dan berpenduduk kurang lebih sebanyak 373.842 jiwa pada tahun 2010 yang terdiri dari : Laki-laki = 197.213 jiwa, Perempuan = 176.629 jiwa. Bupati Kotawaringin Timur adalah Sopian Hadi. Kabupaten Kotawaringin Timur dengan luas seluruhnya 16.496 km², terdiri dari 13 kecamatan, 132 desa dan 12 kelurahan, terletak di antara 111°0’50” - 113°0’46” BT dan 0°23’14”- 3°32’54” LS, dengan batas-batas wilayah : Utara Provinsi Kalimantan Barat, Selatan Laut Jawa, Barat Kabupaten Seruyan, Timur Kabupaten Katingan.

Kabupaten yang bermotto, Habaring Hurung (Bergotong Royong) ini memiliki topografi yang bervariasi, pada ketinggian antara 0-60 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar merupakan dataran rendah yang meliputi bagian selatan sampai bagian tengah memanjang dari timur ke barat, sedangkan bagian utara merupakan dataran tinggi yang berbukit. Jenis tanah yang mendominasi wilayah ini adalah tanah jenis podsolik merah kuning, walaupun ada beberapa bagian juga ditemui jenis tanah lainnya seperti aluvial, organosol, litosol dan lain-lain. Sementara secara klimatologi, iklim di kabupaten ini merupakan salah satu pendukung dalam keberhasilan produksi, unsur-unsur iklim tersebut antara lain curah hujan, suhu dan kelembaban. Suhu rata-rata bulanan di Kabupaten Kotawaringin Timur diperkirakan berkisar antara 27 °C – 35 °C. Curah hujan per bulan di Sampit pada tahun (2007) berkisar antara 12 mm (bulan September) hingga 790 mm (April). Bulan-bulan kering di Sampit berkisar antara Juni hingga Oktober.

Kabupaten Kotawaringin Timur dialiri oleh satu sungai besar dan lima buah cabang sungai yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai prasarana perhubungan dan sebagian kecil untuk pertanian.

SEJARAH KOTAWARINGIN TIMUR

Sampit sebagai ibukota Kabupaten Kotawaringin Timur juga merupakan daerah dengan roda perputaran perekonomian terbesar di Kalteng. Banyak perusahaan pertambangan dan perkebubab verinvestasi di kabupaten ini, bahkan kator perwakilan juga banyak di daerah ini. Mengingat selain dekat dekat Laut Jawa dengan memilki fasilitas pelabuhan Laut, di Sampit juga terdapat Bandar Udara yang menghubungkan dengan daerah lain baik local maupun ke luar daerah seperti Jakarta. Faktor ini yang menjadi pemacu, pertumbuhan perekonomian di Sampit cukup pesat.

Kota Sampit terletak di tepi Sungai Mentaya. Dalam Bahasa Dayak Ot Danum, Sungai Mentaya itu disebut batang danum kupang bulan (Masdipura; 2003). Sungai Mentaya ini merupakan sungai utama yang dapat dilayari perahu bermotor, walaupun hanya 67 persen yang dapat dilayari. Hal ini disebabkan karena morfologi sungai yang sulit, endapan dan alur sungai yang tidak terpelihara, endapan gosong, serta bekas-bekas potongan kayu. Hingga kini, yang masih menjadi pertanyaan banyak orang adalah asal kata Sampit itu sendiri. Menurut beberapa sumber, kata Sampit berasal dari bahasa Cina yang berarti “31” (sam=3, it=1). Disebut 31, karena pada masa itu yang datang ke daerah ini adalah rombongan 31 orang Cina yang kemudian melakukan kontak dagang serta membuka usaha perkebunan (Masdipura; 2003). Hasil usaha-usaha perdagangan perkebunan ketika itu adalah rotan, karet, dan gambir. Salah satu areal perkebunan karet yang cukup besar saat itu yakni areal di belakang Golden dan Kodim saat ini.

Pada 1795-1802 terjadi peperangan sengit antara Belanda melawan Inggris. Hal ini mengakibatkan terjadi pemindahan pemukiman warga Sampit ke pedalaman, tepatnya ke Kota Besi. Pemindahan itu tak terlepas dari adanya gangguan para bajak laut terhadap desa-desa di muara Sungai Mentaya. Pada 1836, eskader Belanda akhirnya dapat menghancurkan gerombolan bajak laut pimpinan Koewardt yang berkekuatan 25 perahu di sekitar Teluk Kumai dan Tanjung Puting. Tokoh bajak laut Koewardt akhirnya tewas dan dikuburkan di sekitar Ujung Pandaran. Hingga kini, Kuburannya itu dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Setelah merasa aman, pada 1836, penduduk kumudian pindah ke Seranau yang dulunya bernama Benua Usang (sekarang: Mentaya Seberang) di mana para pedagang-pedagang Cina waktu itu juga mulai berdatangan dan menetap di sana. Namun, sesuai kepercayaan masyarakat Cina, bahwa suatu kota harus dibangun menghadap matahari terbit. Sedangkan Seranau menghadap matahari terbenam,yang menurut perhitungan hongsui Cina dianggap kurang baik. Karena itulah, mereka membangun pemukiman baru diseberang Seranau (Sampit sekarang) yang menghadap matahari terbit.Jadi tidak heran jika di sampit paling banyak etnis Tinghoa ketimbang di daerah lain di Kalimantan Tengah.

Versi lain, menurut legenda rakyat setempat yang masih hidup kini, bahwa Sampit pada masa itu berbentuk sebuah kerajaan bernama Kerajaan Sungai Sampit dan diperintah oleh Raja Bungsu. Sang baginda memiliki dua putra masing-masing Lumuh Sampit (laki-laki) dan Lumuh Langgana (perempuan). Diceritakan, kerajaan Sungai Sampit akhirnya musnah akibat perebutan kekuasaan antara saudara kandung tersebut. Lokasi kerajaan Sungai Sampit ini diperkirakan sekitar perusahaan PT Indo Belambit sekarang (Desa Bagendang Hilir). Beberapa tahun lampau, tiang bendera kapal bekas kerajaan yang terbuat dari kayu ulin besar masih ada dan terkubur lumpur di bawah dermaga PT Indo Belambit tersebut. Bukti-bukti lain yang menguatkan dugaan ini,bahwa di lokasi tersebut pernah pula ditemukan pecahan keramik takala dilakukan penggalian alur parit. Bukti ini kian menguatkan dugaan bahwa di lokasi ini pernah ada Kerajaan Sungai Sampit yang pada masa itu sudah mengadakan kontak dagang dengan bangsa-bangsa luar seperti dari Cina, India bahkan Portugis. Diperkirakan, Kerajaan sungai Sampit berdiri pada masa kekuasaan Dunasti Ming di Cina (abad ke-13).Hal ini dapat dicermati dari ramainya lalu lintas perdagangan dari Cina yang demikian maju sampai kemudian runtuhnya Dinasti Ming dan merek banyak yang lari kearah selatan (Kalimantan). Diceritakan pula, bahwa Putti Junjung Buih,istri dari Pangeran Suryanata, pernah pula berkunjung ke kerajaan sungai Sampit. Seperti diketahui, Pangeran Suryanata (berkuasa antara 1400-1435) adalah seorang pangeran dari kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Wirakarrama Wardhana sekitar 1389-1435 (Masdipura; 2003). Bila ditelisik lebih jauh, Kerajaan Sungai Sampit ini usianya lebih tua dari Negara Dipa (abad ke-14),sehingga di buku Negarakertagama Kerajaan Banjar tidak tertulis. Terbukti pula, kala Putri Junjung Buih hendak dikawinkan dengan Pangeran suryanata,40 kerajaan besar dan kecil pada waktu itu bermufakat untuk menyerang Negara Dipa. Namun, mereka dapat ditaklukkan dan sejak itulah kerajaan-kerajaan itu menjadi vazal Kerajaan Banjar. Bukti-bukti ini dapat ditelusuri pada Traktat Karang Intan di mana Sampit sebagai salah satu wilayah yang diserahkan kepada VOC.

Kota Sampit juga pernah disebut-sebut di dalam buku kuno Negarakertagama. Pada masa itu disebutkan, terutama pada masa keemasan Kerajaan Majapahit, yang diperintah oleh Raja Hayam Wuruk dengan mahapatihnya yang tersohor yaitu Gajah mada.Di salah satu bagian buku yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada 1365 itu disebutkan, bahwa pernah dilakukan ekspedisi perjalanan nusantara di mana salah satu tempat yang mereka singgahi adalah Sampit dan Kuala Pembuang.

Menurut informasi Radermacher, kepala daerah Sampit (Kotawaringin Timur) pada tahun 1780 adalah Kyai Ingabei Sudi Ratu. Pada tanggal 13 Agustus 1787, wilayah Sampit (Kabupaten Kotawaringin Timur) sudah diserahkan Sultan Tahmidullah II kepada VOC Belanda, kemudian daerah ini berkembang menjadi sebuah Distrik yaitu Distrik Sampit.Menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849, wilayah ini termasuk dalam zuid-ooster-afdeeling berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-Generaal van Nederlandsch-Indie, pada 27 Agustus 1849, No. 8 Pada tanggal 1 Mei 1859 pembukaan pelabuhan di Sampit.

Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 tanggal 7 Januari 1953 tentang pembentukan (resmi) daerah otonom kabupaten/daerah istimewa tingkat Kabupaten/Kota Besar dalam lingkungan Daerah Provinsi Kalimantan, Yakni Kabupaten Bandjar, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Barito, Kapuas, Kotawaringin (meliputi kewedanan-kewedanan Sampit Barat, Sampit Timur dan Sampit Utara dan Swapraja Kotawaringin), Kabupaten Kotabaru, Kota Besar Bandjarmasin, Kabupaten sambas, Pontianak, Ketapang, Sanggau, Sintang dan Kapuas Hulu, Daerah Istimewa Kutai, Daerah Intimewa Berau dan Bulongan. Maka, sejak itulah secara resmi Pemerintahan Daerah Otonom Kabupaten Kotawaringin berkedudukan di Sampit di bawah Kepala Daerah Mayor Angkatan Udara Tjilik Riwut (1950-1957). Dan, tanggal 7 Januari setiap tahun akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Kota Sampit.

HARI JADI KOTAWARINGIN TIMUR

Pemerintah setempat merayakan hari jadi kabupaten Kotawaringin Timur setiap Setahun sekali yaitu pada tanggal 7 Januari, dan Hari jadi Kotawaringin Timur bertepatan pada tanggal 7 Januari tahun 1957 M.

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Berdirinya Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel