Sejarah Asal Usul Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur

Kabupaten Belu adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten ini beribukota di Atambua. Memiliki luas wilayah 1.284,94 km², terbagi dalam 12 kecamatan, 12 kelurahan dan 96 desa, termasuk 30 desa dalam 8 kecamatan perbatasan, dan pada saat ini memiliki jumlah penduduk mencapai sekitar 220.699 jiwa.

SEJARAH KABUPATEN BELU


Manusia Belu yang mendiami wilayah Belu  adalah “Suku  Melus“.  Orang Melus    dikenal    dengan    sebutan “Emafatuk   Oan   Ema   Ai   Oan“, (manusia  penghuni  batu  dan  kayu). Tipe manusia Melus adalah berpostur kuat,   kekar   dan   bertubuh   pendek. Semua para pendatang yang menghuni Belu  sebenarnya  berasal  dari “Sina Mutin  Malaka”. 

Malaka  merupakan tanah  asal-usul  pendatang  di  Belu yang berlayar menuju Timor melalui Larantuka.    Khusus    untuk    para pendatang baru yang mendiami daerah Belu  terdapat  berbagai  versi  cerita. Kendati demikian, intinya bahwa, ada kesamaan universal yang dapat ditarik dari semua informasi dan data. Ada cerita bahwa ada tiga orang bersaudara  dari  tanah  Malaka  yang datang dan tinggal di Belu, bercampur dengan suku asli Melus.

Nama ketiga bersaudara itu menurut para tetua adat masing-masing daerah berlainan.  Dari Makoan    Fatuaruin    menyebutnya Nekin   Mataus     (Likusaen),   Suku Mataus (Sonbai),  dan  Bara  Mataus (Fatuaruin). Sedangkan Makoan asal Dirma   menyebutnya   Loro   Sankoe (Debuluk,   Welakar),   Loro   Banleo (Dirma,  Sanleo)  dan   Loro  Sonbai (Dawan). 

Namun  menurut  beberapa makoan asal Besikama  yang berasal dari   Malaka   ialah;   Wehali   Nain, Wewiku Nain dan Haitimuk Nain. Ketiga   orang   bersaudara   dari Malaka tersebut bergelar raja atau loro dan memiliki wilayah kekuasaan yang
jelas dengan persekutuan yang akrab dengan   masyarakatnya.   Kedatangan mereka dari tanah Malaka hanya untuk menjalin   hubungan   dagang     antar daerah di bidang kayu cendana dan hubungan etnis keagamaan.

Dari semua pendatang di Belu, pimpinan  dipegang  oleh “Maromak
Oan“  Liurai  Nain  di  Belu  bagian Selatan. Bahkan menurut para peneliti asing  Maromak  Oan  kekuasaannya juga  merambah  sampai  sebahagian daerah Dawan (Insana dan Biboki). Dalam   melaksanakan   tugasnya   di Belu,    Maromak    Oan    memiliki perpanjangan  tangan  yaitu  Wewiku-Wehali  dan  Haitimuk  Nain. 

Selain itu juga ada di Fatuaruin, Sonbai dan Suai Kamanasa serta Loro Lakekun, Dirma, Fialaran, Maubara, Biboki dan Insana. Maromak  Oan  sendiri  menetap  di Laran    sebagai    pusat    kekuasaan kerajaan Wewiku-Wehali. Para    pendatang    di    Belu tersebut, tidak membagi daerah Belu menjadi     Selatan     dan     Utara sebagaimana  yang  terjadi  sekarang.

Menurut para sejararawan, pembagian Belu menjadi Belu bagian Selatan dan Utara  hanyalah  merupakan  strategi
pemerintah   jajahan   Belanda   untuk mempermudah  system  pengontrolan terhadap    masyarakatnya.    Dalam keadaan  pemerintahan  adat  tersebut muncullah siaran dari pemerintah raja-raja   dengan   apa   yang   disebutnya “Zaman  Keemasan  Kerajaan”.  Apa yang  kita  catat  dan  dikenal  dalam sejarah  daerah  Belu  adalah  adanya kerajaan    Wewiku-Wehali    (pusat kekuasaan seluruh Belu).

Di Dawan ada kerajaan Sonbay yang   berkuasa   di   daerah   Mutis. Daerah Dawan termasuk Miamafo dan Dubay     sekitar     40.000     jiwa masyarakatnya.   Menurut   penuturan para tetua adat dari Wewiku-Wehali, untuk    mempermudah    pengaturan system pemerintahan, Sang Maromak Oan mengirim para pembantunya ke seluruh  wilayah  Belu  sebagai  Loro dan Liurai.

Tercatat nama-nama pemimpin besar   yang   dikirim   dari   WewikuWehali   seperti   Loro   Dirma,   Loro Lakekun, Biboki Nain, Herneno dan Insana  Nain  serta  Nenometan  Anas dan Fialaran.   Ada   juga   kerajaan Fialaran di Belu bagian Utara yang dipimpin Dasi Mau Bauk dengan kaki tangannya    seperti    Loro    Bauho, Lakekun, Naitimu, Asumanu, Lasiolat dan Lidak.

Selain itu ada juga nama seperti Dafala, Manleten, Umaklaran Sorbau.     Dalam     perkembangan pemerintahannya   muncul   lagi   tiga bersaudara yang ikut memerintah di Utara yaitu Tohe Nain, Maumutin dan Aitoon.

Sesuai   pemikiran   sejarawan Belu, perkawinan antara Loro Bauho dan Klusin yang dikenal dengan nama As  Tanara  membawahi  dasi  sanulu yang dikenal sampai sekarang ini yaitu Lasiolat,  Asumanu,  Lasaka,  Dafala, Manukleten,   Sorbau,   Lidak,   Tohe Maumutin    dan    Aitoon.    Dalam berbagai penuturan  di Utara maupun di   Selatan   terkenal   dengan   nama empat jalinan terkait.

Di Belu Utara bagian Barat dikenal Umahat, Rinbesi hat     yaitu     Dafala,     Manuleten, Umaklaran Sorbauan dibagian Timur ada   Asumanu   Tohe,   Besikama-Lasaen,    Umalor-Lawain.    Dengan demikian rupanya keempat bersaudara yang  satunya  menjelma  sebagai  tak kelihatan itu yang menandai asal-usul pendatang di Belu membaur dengan penduduk asli Melus yang sudah lama punah.

PEMBENTUKAN KABUPATEN BELU

Kabupaten  Belu  berdiri  pada tanggal     20     Desember     1958 berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia   Nomor 69   tahun 1958 dengan  Kota  Atambua  sebagai  ibu kota  kabupaten  dan  terdiri  dari 6 kecamatan. Pada   awal   pembentukannya, Kabupaten   Belu   terdiri   dari     6 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan   Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka   Tengah,   dan   Kecamatan Malaka Barat.

Berdasarkan    Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1992 maka pada  tahun 1992  terjadi  pemekaran kecamatan menjadi 8 kecamatan yaitu Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima   dan   Kecamatan   Kota Atambua.

Pada    tahun    2001    terjadi pemekaran kecamatan lagi menjadi 12 kecamatan    berdasarkan    Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 12 Tahun 2001. 12 kecamatan tersebut adalah Kecamatan   Lamaknen,   Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat,   Kecamatan   Malaka   Timur, Kecamatan    Malaka    Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Rinhat.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu No. 10 Tahun 2004 terjadi   pemekaran   kecamatan   di Kabupaten Belu     menjadi     16 kecamatan    yaitu    Kecamatan Lamaknen,    Kecamatan    Tasifeto Timur,   Kecamatan Tasifeto   Barat, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Malaka  Tengah,  Kecamatan  Malaka Barat,    Kecamatan   Kobalima, Kecamatan    Kota    Atambua, Kecamatan    Raihat,    Kecamatan Kakuluk    Mesak,    Kecamatan Sasitamean,    Kecamatan    Rinhat, Kecamatan    Weliman,    Kecamatan Wewiku,  Kecamatan  Raimanuk  dan Kecamatan Laenmanen.

Pada Tahun 2006 Kecamatan di Kabupaten  Belu mengalami pemekaran sebanyak    tiga kali sehingga pada akhir 2006 Kabupaten Belu   terdiri   dari    21   kecamatan. Pemekaran ini terjadi didasarkan atas Peraturan   Daerah   Kabupaten   Belu berikut : No.    4   Tahun    2006   tentang pembentukan    Kecamatan Lamaknen Selatan. No. 5 tahun 2006   tentang pembentukan Kecamatan Io Kufeu dan Botin Leo Bele. No. 18 Tahun  2006   tentang pembentukan Kecamatan Atambua Barat dan Atambua Selatan.

Kabupaten Belu pada saat ini terdiri   dari     24   kecamatan   yang merupakan   hasil   dari   dua   kali pemekaran  yang  terjadi  pada  tahun 2007    berdasarkan    Peraturan Pemerintah Daerah Kabuapaten Belu yaitu : No.    2   Tahun    2007   tentang pembentukan  Kecamatan Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur.  No.    3   Tahun    2007   tentang pembentukan Kecamatan Lasiolat.

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Asal Usul Kabupaten Belu Nusa Tenggara Timur"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel