4 Pondok Pesantren Terbesar Di Grobogan Jawa Tengah

Kabupaten Grobogan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Ibukotanya adalah Purwodadi.

Pendidikan agama atau disebut juga Ponpes di Grobogan tidaklah sebanyak seperti di Demak dan kudus, namun dari penelusuran tim kami kuwaluhan.com, di Grobogan terdapat Pondok Pesantren Salaf Terbaik Dan Terkenal yang banyak diminati masyarakat untuk mendalami ilmu agama. Berikut adalah daftar Pondok tersebut :

1. PONDOK PESANTREN SIROJUTH THOLIBIN BRABO TANGGUNGHARJO GROBOGAN

Lokasi : Desa Brabo, Tanggungharjo, Brabo, Tanggungharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58167

Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin berdiri pada 1941 M oleh Al Maghfurlah Kyai Syamsuri Dahlan yang berasal dari Desa Tlogogedong Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. Sedangkan, istri Beliau Nyai Muslihah Syamsuri berasal dari desa Tanggung Kec. Tanggungharjo Kab. Grobogan, putri KH. Syarqowi, sang guru dan mertua Kyai Syamsuri.

Semula, pondok ini hanya mengajarkan kitab-kitab klasik dengan metode sorogan dan bandongan, namun seiring dengan perkembangan jumlah santri yang terus meningkat dari berbagai daerah, maka di bawah payung Yayasan “Tajul Ulum” pada tahun 1953 berdirilah Madrasah Diniyyah Awaliyah, tahun 1969 berdiri Madrasah Diniyyah Wustho, tahun 1970 berdiri Madrasah Tsanawiyyah, dan tahun 1985 berdiri Madrasah Aliyah.

Pada tanggal 4 Oktober 1988, Simbah Kyai Syamsuri Dahlan wafat, estafet kepemimpinan dilanjutkan putra beliau yang ke-4 dan ke-5 dari lima bersaudara, KH. Drs. Ahmad Baidlowie Syamsuri, Lc. H (alumnus Universitas Islam Madinah fakultas Hadis) bersama adik kandungnya KH. Muhammad Anshor Syamsuri (alumnus pesantren Futuhiyah asuhan KH. Muslih bin Abdurrohman Mranggen, Demak dan Pesantren Al Muayyad asuhan KH. Umar bin Abdul Mannan, Solo).

 Pada 1989, pesantren yang sebelumnya hanya khusus putra ini, membuka asrama santri putri dan juga menerima santri tahashus, yang menghafal Al-Qur’an 30 juz dengan pengasuh Ibu Ny. Hj. Maimunah Shofawie (istri KH. Ahmad Baidlowie Syamsuri) alumnus pesantren asuhan KH. Mufid Mas'ud, AH (Jogjakarta), KH. Arwani Amin (Kudus), KH. Bisyri Syansuri (Jombang), dll.

Konon, sebelum KH. A. Baidhowi Syamsuri mendirikan pondok putri, KH. Ahmad Baidhowi bersamaan dengan Ibu Nyai Hj. Maimunah Shofawie bermimpi bertemu Gus Mik (KH. Hamim Jazuli, Ploso) yang memerintahkan untuk membeli tanah di sebelah timur rumah beliau. Sekarang, di tanah tersebut sudah berdiri asrama pondok putri. Untuk pengkajian kitab salaf (khusus mengkaji kitab kuning/klasik), Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin membuka program Madrasah Muhadloroh Sirojuth Tholibin pada tahun 1998 yang membuka kelas pagi dan pada tahun 2009 dibuka kelas malam yang diperuntukkan untuk santri kurikulum (santri yang bersekolah Madrasah Aliayah) dengan tenaga pengajar alumni PP Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, PP Alfalah Ploso, PP al Anwar Sarang, PP As Shiddiq Narukan, dan alumni Pondok Sirojuth Tholibin sendiri.

Dengan demikian, pondok pesantren ini termasuk kategori pondok pesantren salaf-kholaf, sebuah pesantren yang mengakomodir keilmuan klasik dan modern. Kini, Pondok Pesantren Sirojuth Tholibin di asuh oleh putra ke-3 Kyai Syamsuri yaitu KH. Drs A. Baidlowie Syamsuri Lc. H lulusan dari universitas islam Madinah fakultas hadits asuhan Sayyid Muhammad Bin Alawy Al Maliki dan Syech Muhammad Yasin bin Isa Al Fadani Al Makky, Ponpes Futuhiyyah asuhan KH. Muslih bin Abdurrohman (Mranggen, Demak), Ponpes. Al Muayyad asuhan KH. Umar bin Abdul Mannan (Solo) dll beserta keluarga besar beliau.

Selain itu pondok pesantren Sirojuth Tholibin juga membekali santrinya sesuai tuntunan zaman dengan mengembangkan kegiatan ekstra semisal Jurnalistik (Buletin El Fath), Rebana dan Hadlroh, Tilawatil Qur’an ,PBB, Kewirausahaan (koperasi Zaduna, Kantin Larisso), Bahtsul Masa’il (LBM), pertanian, dll.

2. PONDOK PESANTREN  MIFTAHUS SAADAH

Lokasi : Jl. Diponegoro, Bangsri, Tambakselo, Kec. Wirosari, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58192

Yayasan Miftahus Sa’adah Grobogan dan pondok pesantren di
dirikan langsung oleh beliau KH. Moch Nur Cholis M., BSA., S.Pd.I atas dawuh
orang tua angkat beliau Habib Ahmad  bin hasan fad’aq. KH. Moch Nur Cholis M.,BSA., S.Pd.I
putra dari Alm. Mbah SOIM bin Ahmad. Simbah Soim putra Simbah nyai
Robi’ah bin Abdus Salam bin Abdul chayyi. Beliau menikah dengan Nyai.Siti
Mukhayyaroh binti Munhayat bin Mu’tiah binti Kyai Munawar bin Kyai Abdul Rosid
bin Sayid Abdur Rohman .

Pendidikan Non formal :

- Ponpes Al Ma’ruf Bandungsari
- Ponpes Al-Khoirot Bekasi.
- Ponpes Futuhiyah Mranggen

Pendidikan Formal :

- MI salafiah tahun 1979 – 1984
- MI Roudlotul Sibiyan 1985 – 1986
- MTs Mamba’ul Ulum 1987-1990
- MA  Mamba’ul Ulum 1990-1993

 3. PONDOK PESANTREN FADLLUL WAHID

Lokasi : Ngangkruk, Bandungsari, Ngaringan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58193

Pesantren ini berada agak jauh dari perkampungan karena memang asal mulanya bekas pesawahan yang cukup luas (7 hektar). Pengasuh : KH Abdul Wahid Zuhdi

Semasa kecil beliau dikenal sebagai anak yang sangat nakal. Namun demikian, kecerdasannya sudah mulai tampak. Hal itu dapat dilihat, misalnya, ketika masih duduk di bangku kelas 3 SD beliau meminta kepada ibunya untuk langsung dinaikkan ke kelas 5 karena pelajaran di kelas 3 dinilai terlalu mudah. Namun Kepala Sekolah waktu itu Bpk. Ahmad Marzuqi (kebetulan adalah pamannya sendiri) merasa keberatan dan meragukan kemampuannya. Atas bujukan dari ibunya, akhirnya kepala sekolah tadi menyetujuinya.

Setelah 6 bulan masuk kelas 6 SD, beliau enggan melanjutkan sekolah lagi karena pelajarannya kurang menarik. Kehidupan sehari-harinya justru dihabiskan untuk menyendiri di dalam kamar. Di luar dugaan, dalam kesendiriannya itulah beliau malah mengarang sebuah kitab tentang ilmu tauhid, namun setelah dikoreksi ulang ternyata masih banyak kesalahnya dan itu merupakan hal yang wajar karena usia beliau masih sangat belia.

Setelah kejadian itu, sang ibu mendapat masukan dari para kerabat untuk tidak menyanjung anaknya yang satu ini karena dikhawatirkan terkena penyakit ain. Lalu beliau dikirim ke Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang yang diasuh oleh KH Maemun Zubair. Di pesantren ini, beliau mendapat kepercayaan penuh dari pengasuh dan semua jajaran pengurus pondok untuk menjadi Ra'is Am dalam usianya yang baru 17 tahun. Sebuah prestasi yang sulit dicapai oleh pemuda zaman sekarang.

Setelah nyantri di Sarang, beliau melanjutkan perjalanannya untuk menuntuti ilmu di Mekkah al-Mukarramah di bawah bimbingan ulama' Hadits yang sangat terkenal yaitu Sayyid Muhammad bin Alawiy Al-Mâlikiy Al-Hasaniy. Di sana beliau juga berguru kepada Syaikh Muhammad Yâsîn al-Fâdânî al-Makki, Syaikh Ismâ'îl Zain al-Khadhrami al-Yamani dan Syaikh Abdullâh al-Lahjiy. Sepulangnya dari tanah suci, beliau dibawa oleh gurunya KH Maemun Zubair ke Purwodadi tepatnya di Desa Bandungsari untuk meminang putri teman karibnya yaitu Kyai Muhammad Muslih.

Dalam pertemuan itu, KH Maemun Zubair berkata, "Ini aku membawa bibit unggul untukmu." Sepeninggal Kyai Muhammad Muslih, kepemimpinan pondok Bandungsari beralih ke tangan beliau. Di bawah asuhannya, pesantren tersebut mengalami kamajuan yang sangat pesat. Salah satu kontribusinya di bidang pendidikan adalah dijadikannya kitab-kitab karangan beliau sebagai mata pelajaran wajib di lebih dari 10 pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di bidang kemasyarakatan, beliau adalah pembimbing spiritual bagi Jama’ah Thoriqoh As-Syâdziliyyah yang jumlah pengikutnya kurang lebih mencapai 7.000 (tujuh ribu) orang di tiga Kabupaten yaitu Grobogan, Blora, dan Demak. Seluruh kegiatan pengajian dibiayai oleh beliau tanpa memungut dari santri ikhwan thoriqoh sejak beliau membentuk Thoriqoh Syadziliyyah.

Selain itu, beliau juga mendirikan sebuah yayasan swasta yang fungsinya menampung dan merawat orang gila terlantar (tidak memiliki keluarga) yang diambil dari jalan-jalan di dua Kabupaten yaitu Blora dan Grobogan.

Pendidikan yang diselenggarakan adalah pengajian kitab-kitab salaf mulai pagi (baik pelajaran Al-Qur'an maupun kitab kuning) sampai malam (jam musyawaroh). Kurikulum yang diterapkan adalah murni kurikulum pesantren yang mengacu pada pemahaman kitab-kitab salafiyyah. System pendidikan/pengajian kitab kuning (sorogan, setoran makna, dll) yang mengarah pada pendalaman materi dan wawasan ilmu agama/'ulumuddin dengan pendekatan metode efektif-efesien dan pengajaran klasikal (salafiyyah) serta bahtsul masa'il (baik bahtsul masa'il sughro, wustho, maupun kubro).

 Pada dimensi pragmatis diajarkan computer (yang diharuskan pada tingkatan kelas Funun) yang mengacu pada santri untuk bisa mentahrij hadis-hadis (mulai dari riwayat hadis, biografi para shohabat, mencari ibaroh-ibaroh kitab kuning, dan lain sebagainya). Kegiatan ekstra yang tersedia meliputi beladiri PORSIGAL, sepakbola, computer dan berkebun.

4. PONDOK PESANTREN ASSALAFI MIFTAHUL HUDA

Lokasi : Jl. Kauman no. 10A Ngroto, Gubug, Grobogan, Ngroto, Purwodadi, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah 58164

Pondok Ngroto lebih popular di masyarakat ketimbang nama aslinya Miftahul Huda. Berdiri pada 1975 oleh Kiai Irsyad berada di sebelah selatan masjid Sirojuddin berupa dua bangunan rumah panggung. Pada tahun 1980 PP Assalafi Miftahul Huda pindah berubah menjadi nama ponpes Ustmaniyah karena pada tahun tersebut KH Masduri putra dari Kiai Irsyad ingin “Ngalap Berkah” dari gurunya yaitu Hadaratusyeh Kiai Muhammad Utsman al Ishaqi ra (Ayah Hadaratussyeh KH Ahmad Asrori al Ishaqy ra). Dengan perkembangan Thoriqoh Qodiriyah Wanaqsabandiyah, banyak masyarakat Ngroto pada khususnya belum mengerti atas keberadaan thoriqoh tersebut, maka pada tahun 1980 Kiai Masduri mendirikan zahwiyah untuk tawajuhah para jama’ah thoriqoh masa itu.

Pada 1984 Kiai Munir Abdullah pulang dari menuntut ilmu di pondok pesantren Darur Ubudiyah Roudhotul Muta’alimin yang diasuh oleh Hadaratussyeh KH Muhammad Utsman al Ishaqi ra. Tahun 1990 pondok yang keberadaan di selatan masjid dipindah satu panggung di utara masjid asuhan oleh KH. Masduri. Serta satu panggung di utara makam simbah Abdurrahman Ganjur yg di asuh oleh KH Munir Abdullah.

Bangunan pondok dipindah karena tanahnya terkikis oleh arus sungai Tuntang yang selalu bertambah melebar tiap tahunnya sehingga menjadikan tanah sekitar pondok longsor. Pada tahun 1990–2002 santri berjumlah 40 orang pada tiap tahunnya dan mayoritas santri tersebut adalah masyarakat kampung Ngroto sendiri.

Hingga pada tahun 2008 KH Masduri wafat dan yayasan Ustmaniyah diserahkan kepada putranya yaitu KH. M Fathul Rosyad dan barulah pada tahun tersebut KH. Munir Abdullah memulai mendirikan/menghidupkan lagi Pondok Pesantren Assalafi Miftahul Huda. Serta secara insfratruktur dan logistik banyak perkembangan di dalamnya baik dalam segi bangunan dan bertambahnya santri yang datang dari luar daerah. Hingga kini tercatat 480 santri putra-putri yang mukim di pesantren itu.

Itulah daftar Pondok Pesantren Terkenal dan Populer di Grobogan Jawa Tengah.

Belum ada Komentar untuk "4 Pondok Pesantren Terbesar Di Grobogan Jawa Tengah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel