Kasus Dua Pembunuhan yang Gemparkan Mojokerto
Selasa, 24 Desember 2019
Tambah Komentar
MOJOKERTO JATIM - Warga Mojokerto sempat dibuat heboh oleh dua kasus pembunuhan keji pada pertengahan 2019. Tidak hanya menghabisi nyawa korban, para pelaku tega membakar mayat korban untuk menghilangkan jejak kejahatan mereka.
Meski terjadi di tempat dan pada waktu berbeda, kedua kasus pembunuhan sadis ini mempunyai kemiripan. Pelaku yang sama-sama orang dekat korban membunuh karena dipicu rasa dendam. Mereka lantas membakar mayat korban untuk menyembunyikan pembunuhan itu agar lolos dari jeratan hukum.
Kasus pertama yang mencuat ke publik yaitu pembunuhan Eko Yuswanto (32), pengusaha rongsokan warga Dusun Temenggungan, Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Kasus ini bermula dari penemuan mayat Eko dalam kondisi hangus bekas dibakar di hutan kayu putih Desa Gunungsari, Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto, Senin (13/5) sekitar pukul 07.15 WIB.
Suami Lailil Fitria (28) ini rupanya dihabisi tetangga dekatnya sendiri di Dusun Temenggungan. Yaitu Priono alias Yoyok (38). Untuk melancarkan aksinya, Yoyok meminta bantuan temannya Dantok Narianto alias Gundul (36), warga Dusun Dimoro, Desa Tambakagung, Kecamatan Puri, Mojokerto. Yoyok menjanjikan imbalan uang dan mobil pikap milik korban kepada rekannya itu.
Eko dihabisi di rumah ayah Dantok di Kenanten gang 2, Desa Kenanten, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto pada Minggu (12/5) siang. Korban diajak Yoyok ke rumah tersebut dengan alasan untuk membahas bisnis rongsokan. Setelah diajak menenggak arak, bapak dua anak itu dipukuli hingga tewas. Mayatnya lantas dibuang dan dibakar di hutan kayu putih.
Pembunuhan keji ini terjadi karena dendam Yoyok terhadap keluarga Eko. Sopir truk ini sakit hati karena istri korban, Lailil Fitria kerap menghina keluarganya. Bapak dua anak ini sengaja membunuh Eko agar istri korban kehilangan sosok tulang punggung keluarga.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto mengajukan tuntutan hukuman mati terhadap Yoyok dan Priono. Tuntutan itu dibacakan JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Kamis (10/10). Keduanya dinggap bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Sekitar 4 pekan setelahnya, Senin (4/11), majelis hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Joko Waluyo, serta hakim anggota Ardiani dan Erhammudin mengadili Yoyok dan Dantok. Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 181 ayat (1) KUHP tentang Menghilangkan Jenazah untuk Menyembunyikan Kematian juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Yoyok dijatuhi hukuman mati, sedangkan Dantok divonis penjara 20 tahun.
"Perkara ini belum inkrah karena terdakwa mengajukan banding. Sampai saat ini belum ada putusan bandingnya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono saat dikonfirmasi Selasa (24/12/2019).
Saat kasus pembunuhan Eko masih menjadi perbincangan hangat warga Mojokerto, kasus serupa kembali terjadi. Yaitu pembunuhan dan pembakaran terhadap Sri Astutik (55), warga Jalan Industri, Desa Sukorejo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Sebenarnya kasus pembunuhan Sri lebih dulu terjadi, yaitu pada 1 Mei 2019. Hanya saja, jasadnya baru ditemukan di perkebunan Desa Kesemen, Kecamatan Ngoro, Mojokerto, Minggu (2/6). Korban ditemukan pencari rumput tinggal tengkorak dan beberapa tulang saja.
Sri ternyata dibunuh oleh menantunya sendiri, Wahyu Hermawan (25), warga Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Wahyu meminta bantuan keponakannya, Sugeng Wahyu Muslimin (23), warga Desa Sugeng, Kecamatan Trawas, Mojokerto untuk membakar mayat korban.
Sri yang sehari-hari menjadi tukang kredit barang dan uang, berstatus janda setelah dua kali bercerai dengan suaminya. Saat itu, Sri meminta antar Wahyu ke orang pintar di Jombang untuk menerawang karakter pria yang ingin dia nikahi. Dia dijemput menantunya itu dengan mobil rental pada 1 Mei 2019 sekitar pukul 15.00 WIB.
Sampai di Mojokerto, Wahyu membawa korban ke Desa Sugeng, Kecamatan Trawas. Tersangka berdalih ingin lebih dulu menjemput temannya yang juga hendak ke orang pintar. Di jalan sepi Desa Sugeng, Wahyu turun dari mobil dengan alasan mengganti ban yang bocor. Sri yang duduk di kursi penumpang depan tak menaruh curiga. Saat korban lengah, tersangka menjerat lehernya menggunakan sabuk pengaman.
Setelah korban tak berdaya, Wahyu meminta bantuan Sugeng untuk membuang dan membakar tubuh mertuanya itu. Kedua pelaku membakar tubuh korban hingga 4 kali menggunakan ban bekas mobil dan sepeda motor di perkebunan Desa Kesemen. Tak hayal jasad korban hanya tersisa tengkorak dan beberapa tulang saja.
Wahyu tega menghabisi mertuanya karena dendam sekaligus ingin merampas harta korban. Dia kerap dimaki oleh korban karena mempunyai banyak utang. Saat itu Wahyu menjarah barang-barang berharga milik korban. Mulai dari sepeda motor Honda Scoopy, kalung dan cincin emas, alroji, ponsel, serta uang Rp 50 ribu. Uang hasil penjualan barang-barang milik korban sebagian dia gunakan untuk membayar utang.
Humas PN Mojokerto Erhamuddin menjelaskan, terdakwa Wahyu dan Sugeng divonis bersalah pada Selasa (5/11). Wahyu dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana, pencurian dalam keadaan yang memberatkan, serta menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian.
"Terdakwa Wahyu Hermawan divonis penjara seumur hidup," terangnya.
Sementara Sugeng hanya dihukum 5 tahun penjara oleh majelis hakim PN Mojokerto. Karena dia hanya terbukti melakukan pencurian dalam keadaan yang memberatkan dan menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono menuturkan, vonis majelis hakim sudah sesuai dengan tuntutan yang diajukan JPU. Yaitu hukuman penjara seumur hidup bagi Wahyu dan penjara 5 tahun untuk Sugeng.
"Dalam perkara ini terdakwa juga mengajukan banding sehingga belum inkrah," tandasnya.
Meski terjadi di tempat dan pada waktu berbeda, kedua kasus pembunuhan sadis ini mempunyai kemiripan. Pelaku yang sama-sama orang dekat korban membunuh karena dipicu rasa dendam. Mereka lantas membakar mayat korban untuk menyembunyikan pembunuhan itu agar lolos dari jeratan hukum.
Kasus pertama yang mencuat ke publik yaitu pembunuhan Eko Yuswanto (32), pengusaha rongsokan warga Dusun Temenggungan, Desa Kejagan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto. Kasus ini bermula dari penemuan mayat Eko dalam kondisi hangus bekas dibakar di hutan kayu putih Desa Gunungsari, Kecamatan Dawarblandong, Mojokerto, Senin (13/5) sekitar pukul 07.15 WIB.
Suami Lailil Fitria (28) ini rupanya dihabisi tetangga dekatnya sendiri di Dusun Temenggungan. Yaitu Priono alias Yoyok (38). Untuk melancarkan aksinya, Yoyok meminta bantuan temannya Dantok Narianto alias Gundul (36), warga Dusun Dimoro, Desa Tambakagung, Kecamatan Puri, Mojokerto. Yoyok menjanjikan imbalan uang dan mobil pikap milik korban kepada rekannya itu.
Eko dihabisi di rumah ayah Dantok di Kenanten gang 2, Desa Kenanten, Kecamatan Puri, Kabupaten Mojokerto pada Minggu (12/5) siang. Korban diajak Yoyok ke rumah tersebut dengan alasan untuk membahas bisnis rongsokan. Setelah diajak menenggak arak, bapak dua anak itu dipukuli hingga tewas. Mayatnya lantas dibuang dan dibakar di hutan kayu putih.
Pembunuhan keji ini terjadi karena dendam Yoyok terhadap keluarga Eko. Sopir truk ini sakit hati karena istri korban, Lailil Fitria kerap menghina keluarganya. Bapak dua anak ini sengaja membunuh Eko agar istri korban kehilangan sosok tulang punggung keluarga.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto mengajukan tuntutan hukuman mati terhadap Yoyok dan Priono. Tuntutan itu dibacakan JPU dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mojokerto pada Kamis (10/10). Keduanya dinggap bersalah melanggar Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Sekitar 4 pekan setelahnya, Senin (4/11), majelis hakim yang terdiri dari Hakim Ketua Joko Waluyo, serta hakim anggota Ardiani dan Erhammudin mengadili Yoyok dan Dantok. Kedua terdakwa dinyatakan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Pasal 181 ayat (1) KUHP tentang Menghilangkan Jenazah untuk Menyembunyikan Kematian juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP. Yoyok dijatuhi hukuman mati, sedangkan Dantok divonis penjara 20 tahun.
"Perkara ini belum inkrah karena terdakwa mengajukan banding. Sampai saat ini belum ada putusan bandingnya," kata Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono saat dikonfirmasi Selasa (24/12/2019).
Saat kasus pembunuhan Eko masih menjadi perbincangan hangat warga Mojokerto, kasus serupa kembali terjadi. Yaitu pembunuhan dan pembakaran terhadap Sri Astutik (55), warga Jalan Industri, Desa Sukorejo, Kecamatan Buduran, Sidoarjo.
Sebenarnya kasus pembunuhan Sri lebih dulu terjadi, yaitu pada 1 Mei 2019. Hanya saja, jasadnya baru ditemukan di perkebunan Desa Kesemen, Kecamatan Ngoro, Mojokerto, Minggu (2/6). Korban ditemukan pencari rumput tinggal tengkorak dan beberapa tulang saja.
Sri ternyata dibunuh oleh menantunya sendiri, Wahyu Hermawan (25), warga Desa Entalsewu, Kecamatan Buduran, Sidoarjo. Wahyu meminta bantuan keponakannya, Sugeng Wahyu Muslimin (23), warga Desa Sugeng, Kecamatan Trawas, Mojokerto untuk membakar mayat korban.
Sri yang sehari-hari menjadi tukang kredit barang dan uang, berstatus janda setelah dua kali bercerai dengan suaminya. Saat itu, Sri meminta antar Wahyu ke orang pintar di Jombang untuk menerawang karakter pria yang ingin dia nikahi. Dia dijemput menantunya itu dengan mobil rental pada 1 Mei 2019 sekitar pukul 15.00 WIB.
Sampai di Mojokerto, Wahyu membawa korban ke Desa Sugeng, Kecamatan Trawas. Tersangka berdalih ingin lebih dulu menjemput temannya yang juga hendak ke orang pintar. Di jalan sepi Desa Sugeng, Wahyu turun dari mobil dengan alasan mengganti ban yang bocor. Sri yang duduk di kursi penumpang depan tak menaruh curiga. Saat korban lengah, tersangka menjerat lehernya menggunakan sabuk pengaman.
Setelah korban tak berdaya, Wahyu meminta bantuan Sugeng untuk membuang dan membakar tubuh mertuanya itu. Kedua pelaku membakar tubuh korban hingga 4 kali menggunakan ban bekas mobil dan sepeda motor di perkebunan Desa Kesemen. Tak hayal jasad korban hanya tersisa tengkorak dan beberapa tulang saja.
Wahyu tega menghabisi mertuanya karena dendam sekaligus ingin merampas harta korban. Dia kerap dimaki oleh korban karena mempunyai banyak utang. Saat itu Wahyu menjarah barang-barang berharga milik korban. Mulai dari sepeda motor Honda Scoopy, kalung dan cincin emas, alroji, ponsel, serta uang Rp 50 ribu. Uang hasil penjualan barang-barang milik korban sebagian dia gunakan untuk membayar utang.
Humas PN Mojokerto Erhamuddin menjelaskan, terdakwa Wahyu dan Sugeng divonis bersalah pada Selasa (5/11). Wahyu dinyatakan terbukti melakukan pembunuhan berencana, pencurian dalam keadaan yang memberatkan, serta menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian.
"Terdakwa Wahyu Hermawan divonis penjara seumur hidup," terangnya.
Sementara Sugeng hanya dihukum 5 tahun penjara oleh majelis hakim PN Mojokerto. Karena dia hanya terbukti melakukan pencurian dalam keadaan yang memberatkan dan menghilangkan mayat untuk menyembunyikan kematian.
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudy Hartono menuturkan, vonis majelis hakim sudah sesuai dengan tuntutan yang diajukan JPU. Yaitu hukuman penjara seumur hidup bagi Wahyu dan penjara 5 tahun untuk Sugeng.
"Dalam perkara ini terdakwa juga mengajukan banding sehingga belum inkrah," tandasnya.
Belum ada Komentar untuk "Kasus Dua Pembunuhan yang Gemparkan Mojokerto "
Posting Komentar