Profil Sejarah Pondok Pesantren Roudotul 'Ulum Cidahu Pandeglang

Pondok Pesantren Roudhotul Ulum Cidahu merupakan Pesantren yang menggunakan sistem Salaf dan terletak di Kampung Cidahu Lebak Rt.01 Rw.01 Desa Tanagara Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten.

Sejarah awal berdirinya Pesantren ini dipimpin oleh KH. Muhammad Dimyathi Amin yang akrab dipanggil dengan sebutan Abuya Dimyathi yang lahir di Pandeglang pada tahun 1930 M. Beliau merupakan putra pertama yang hidup sampai dewasa dari pasangan KH. Amin dan Nyai Hj. Ruqoyyah. Abuya mulai merintis Pesantren di Kampung Cidahu pada tahun 1975 M.

 Saat itu Santrinya masih sedikit dan masih menumpang di rumah-rumah warga karena belum ada kobong (Bangunan Pesantren dari kayu dan bambu), baru pada tahun 1977 M setelah Abuya bebas dari Penjara karena di dzalimi oleh oknum penguasa orde baru saat itu, Beliau mulai membangun kobong. Tapi lama kelamaan santri terus bertambah hingga mencapai sekitar 500 Santriwan dan 200 Santriwati Muqimin dan Ribuan Santri yang bukan Muqimin.

 Mereka berasal dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Perkembangan jumlah Santri itu seiring dengan Kemasyhuran Ilmu dan Nama Besar Abuya. Karena itu tak heran jika Abuya tidak hanya dikenal di Pandeglang maupun Banten tapi di Indonesia bahkan Dunia sekalipun.

 Berkat Abuyalah Kampung Cidahu (Jalan Raya Pandeglang – Serang Km 5) menjadi pusat pendidikan dan pengajaran Islam dan menjadi perhatian umat di Dunia. Bahkan Kabupaten Pandeglang dikenal orang  banyak, salah satuya dari sosok Kharismatik Abuya.

Pendidikan dan pembinaan Ilmu Agama yang diterapkan Abuya di Pesantren Cidahu menjadi barometer bagi Pesantren-Pesantren lain di Pandeglang Khususnya dan beberapa Pesantren lain di Banten dan sekitarnya. Sebab yang datang mengunjungi Abuya bukan hanya masyarakat yang ingin jadi Santri Muqim atau Santri tidak Muqim, tapi banyak pula Ulama dan Kyai yang mengaji atau meminta Petuah dan Nasihat kepada Beliau, hingga sangatlah pantas kalau Beliau bergelar Syaikhul Masyayikh / Kyainya para Kyai.

PROFIL SANG PENDIRI

Abuya merupakan sosok Ulama Banten yang memiliki kharismatik dan cukup sempurna dalam memadukan Syari’at dan Thariqat sehingga dapat meraih Haqiqat.

Sejak kecil Abuya Dimyathi sudah menampakkan keistimewaannya yang tidak dimiliki oleh orang lain, beliau Siyahah, Tholabul Ilmi dan Tabarruk dari satu pesantren ke pesantren lainnya, dari Ulama Sepuh satu ke Ulama Sepuh lainnya di Pulau Jawa dan Pulau seberang selama 38 tahun (1937 M – 1975 M), mulai dari yang terdekat yaitu Pesantren di Kadupeusing Pandeglang dibawah asuhan KH. Tb. Abdul Halim, Pesantren Sempur Plered Purwakarta dibawah asuhan KH. Tb. A. Bakri,  Pesantren Payaman Secang Magelang yang diasuh oleh KH. Siroj, Pesantren Watu Congol Muntilan Magelang yang diasuh oleh KH. M. Nahrowi (Mbah Dalhar), Pesantren Kedung Paruk Purwokerto yang diasuh oleh KH. Abdul Malik, Pesantren Bendo Pare Kediri yang diasuh oleh KH. Khozin Al-Muhajir, Pesantren Gontor pimpinan KH. Zarkasyi, Pesantren Lasem Rembang dibawah asuhan KH. Baidlowi dan KH. Ma’shum, Pesantren Kaliwungu Kendal dibawah asuhan KH. Ru’yat dst hingga Pesantren yang terjauh di Lombok NTB dibawah asuhan KH. M. Zainuddin Abdul Majid, dan selama masa itu Abuya senantiasa bertirakat dengan menahan lapar yang sangat.

Sepeninggal Abuya Dimyathi yang wafat pada malam Jum’at tanggal 03 Oktober 2003 M kepemimpinan Pesantren Cidahu dipegang oleh Putra tertua Abuya Dimyathi yaitu KH. Ahmad Muhtadi Dimyathi sampai sekarang dengan dibantu oleh Putra dan Putri Abuya Dimyathi lainnya yaitu KH. Murtadlo Dimyathi, KH. Abdul Aziz Dimyathi, KH. Muntaqo Dimyathi, KH. Muqotil Dimyathi, KH. Mujtaba Dimyathi, Alm. Hj. Musfiroh Dimyathi dan Hj. Qoyyimah Dimyathi.

KH. Ahmad Muhtadi Dimyathi yang akrab dengan sebutan Abuya Muhtadi dilahirkan pada tanggal 26 Desember 1953 M. Beliau sejak kecil sudah berkeliling mengikuti ayahandanya dengan gemblengan pendidikan dari ayahandanya yang sangat luar biasa selama 38 tahun (1965 M – 2003 M), sehingga Beliau sudah sangat siap ketika Beliau harus estafet memegang tampuk kepemimpinan Pesantren Cidahu dan melanjutkan perjuangan ayahandanya.

Kalangan yang pesimis berpendapat bahwa Pondok Pesantren Salafiyyah merupakan pendidikan tradisional yang eksklusif sehingga sulit berkembang ditengah-tengah masyarakat. Alasannya adalah bahwa selama ini pola pendidikan yang diselenggarakan terlalu lamban untuk melahirkan sosok lulusan yang diharapkan masyarakat. Pondok Pesantren yang memadukan pengakaran Agama dan pengajaran umum akan lebih eksis, sebab dinilai memiliki kemampuan adaptabilitas sosial.

 Sedangkan untuk kalangan yang optimis berpendapat sebaliknya. Pondok Pesantren Salafiyyah sebagai lembaga pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sampai kapanpun akan tetap eksis, sebab memiliki karakteristik tradisional asli Indonesia yang unik dan kehadirannya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat khususnya masyarakat pedesaan. Interaksi yang intens, harmonis, saling membutuhkan dan menguntungkan antara Pondok Pesantren Salafiyyah dengan masyarakat menjadikan Pesantren ini semakin mantap dan kokoh.

 Oleh karena itu pandangan kalangan pesimis ditolak oleh kalangan Pesantren Salafiyyah yang diantaranya Pesantren Cidahu. Pesantren Cidahu biarpun merupakan Pesantren Salafiyyah Tradisional tetapi pada kenyataannya banyak diminati oleh para santri terutama mereka yang ingin memperdalam belajar Kitab Kuning. Santri yang datang ke Pesantren Cidahu memiliki latar belakang pendidikan yang memadai dan kebanyakan sudah mengantongi ijazah formal baik setara SLTP, SLTA bahkan lulusan S2.

 Pola belajar di Pesantren yang seperti itu mempunyai dampak yang positif karena mereka mempunyai konsentrasi yang luar biasa, tidak berbagi dengan pendidikan formal atau keinginan di pendidikan formal.

Para Santri yang mondok di Pesantren Cidahu kebanyakan alumni-alumni Pesantren lain yang tersebar di Indonesia. Motivasi mereka melanjutkan mondoknya di Pesantren Cidahu karena :

a. Ingin mengembangkan dan meneruskan ngaji Kitab Kuning pada umumnya dan khususnya untuk kepentingan pribadi yaitu memperbaiki diri dan mengamalkan ilmu yang telah diperoleh selama mondok nantinya di masyarakat.
b. Ingin mengikuti jejak Kyai.
c. Menjaga dan turut serta dalam mencerdaskan bangsa.
d. Kitab-Kitab yang diajarkan tidak semuanya diajarkan di Pesantren lain, sedangkan Kitab Fiqih sebagai fokus pengajiannya berada diatas Pesantren yang lain.
e. Energi spiritual, ketenangan hati dan kesejukan jiwa yang tidak didapatkan di Pesantren lain.  

SARANA DAN PRASARANA

Berbeda dengan Pesantren modern yang dilengkapi dengan fasilitas lengkap dari mulai kamar atau asrama Santri, ruang kelas atau aula, peralatan belajar dan lain sebagainya, dalam hal sarana dan prasarana pengajian bagi Pesantren Cidahu ini tidak ada yang perlu dipamerkan, semuanya serba minim.

 Para Santri kesehariannya berada di asrama yang disebut kobong (bangunan pesantren dari kayu dan bambu). Pesantren Cidahu memiliki 13 Kobong yang masing-masing kobong ditempati oleh sekitar 20-30 Santri. Tempat ngaji adalah rumah Abuya Muhtadi yang sekarang difungsikan sebagai sebuah aula besar yang dapat menampung seluruh Santri dan tidak dilengkapi dengan sarana pembelajaran seperti White Board, Komputer, Laptop apalagi LCD.

 Proses pembelajaran dilakukan dengan sangat tradisional dimana para Santri hanya bermodalkan Kitab, buku dan pena. Tidak ada aktiitas yang bersifat administrasi seperti papan form absensi, buku rekap nilai Santri, daftar registrasi Santri dan sebagainya yang biasanya dibutuhkan oleh sebuah lembaga pendidikan atau organisasi.

 Meskipun tidak ada catat administrasi tetapi Abuya Muhtadi tidak pernah lupa siapa saja yang absen dalam pengajian dan Beliau sangat faham akan kadar kwalitas para Santri satu persatu.

 BIAYA PONDOK

Santri yang mondok di Pesantren Cidahu sama sekali tidak dipungut biaya sepeserpun, mereka cuma diwajibkan ngaji dan Ibadah saja. Kitab-kitab kuning yang dikaji semuanya disediakan oleh Abuya Muhtadi untuk menolong para santri yang kurang mampu agar tetap mengikuti pengajian, adapun pembayaran Kitab tersebut bisa kredit sesuai dengan kemampuan santri. Sedangkan untuk kebutuhan pangan sehari-hari para santri masak/ngliwet sendiri, kecuali di bulan Romadlon yang mana untuk sahur dan buka puasa sudah di tanggung oleh Kyai.

Pondok Pesantren Salafiyyah merupakan jenis Pondok Pesantren yang hanya mengutamakan pengajian Kitab dan tidak menyelenggarakan pendidikan formal atau Pondok Pesantren yang berorientasi mengajarkan pengetahuan Agama sepenuhnya (Tafaqquh Fid-diin) dengan metode sorogan atau bandungan. Pondok Pesantren Salafiyyah sering dikategorikan sebagai Pondok Pesantren Tradisional karena lebih menekankan kepada pengajaran Kitab Kuning.

Pondok Pesantren Cidahu merupakan Pondok Pesantren Salaf yang sangat memegang teguh prinsip kesalafiyyahannya sehingga seluruh pengajaran hanya berfokus pada pengajaran Kitab Kuning, hafalan Al-Qur’an, Wirid-Wirid tertentu dan lainnya, dan tidak menerapkan sistem penjenjangan atau tingkatan pendidikan bagi para Santri yang artinya tidak ada pembagian kelas dimana semua Santri bergabung menjadi satu dalam sebuah majlis.

Pengajaran di Pesantren Cidahu lebih dominan pada pelajaran Fiqih, sistem pendidikannya sangat simple tidak terkontaminasi oleh pihak atau orang lain, sistem pengajaran yang diterapkan adalah :

1. Sangat memberikan kepercayaan kepada para santrinya dan Kyai tidak mengharuskan agar santri hanya mengikuti apa yang telah disampaikan oleh Kyai dalam pemberian materi, akan tetapi Kyai menetapkan standar yang tidak boleh dilanggar oleh para santri dan juga Kyai mengajarkan teori-teori yang wajib di taati oleh para santri didalam mengupas materi yang telah diajarkan oleh Kyai agar para santri tetap di jalur yang benar.

2. Lamanya santri belajar tidak dibatasi, sampai kapanpun santri belajar tidak diberi batas waktu.

3. Yang menarik di Pesantren Cidahu tidak ada aturan khusus yang ketat sehingga santri merasa betah tinggal di Pesantren. Jangankan peraturan, Pesantren Cidahu tidak seperti Pesantren-Pesantren yang lain di Jawa yang memiliki kantor, humas, struktur organisasai dan sebagainya. Meskipun demikian, ngaji dan aktifitas Pesantren yang lain bisa berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan jika semua didasarkan atas kesepakatan-kesepakatan dan kesadaran. Para santri memiliki nalar yang cukup baik cepat mengerti dan menyerap adat, tradisi dan kesepakatan yang sebenarnya semua itu sudah masyhur dalam aturan yang baku didalam Syara’ dan Akhlaq para Ulama.

4. Metode pengajaran.

Menggunakan sistem pengajaran bandungan. Dalam sistem ini para santri berkumpul lesehan disebuah aula yang telah disediakan dan menyiapkan Kitab yang sama dengan Kitab yang akan diajarkan oleh Kyai untuk dimaknai dengan arab pegon, lalu santri mendengarkan Kyai membaca Kitab, memaknai dengan ala Pesantren, menjelaskan dan mengulas dengan keterangan dan sumber-sumber dari Kitab lain. Dalam menjelaskan sebuah materi yang terdapat disebuah Kitab sering kali Kyai memberikan penjelasan yang berkait dengan tatanan dan perilaku di masyarakat. Sehingga apa yang disampaikan dapat menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi para santri sebagai bekal menjadi evaluator dan memberikan kritik membangun tentang keadaan sosial, ekonomi, politik, pemerintah sesuai dengan tema materi yang sedang dibaca oleh Kyai.

Setiap santri memperhatikan Kitabnya masing-masing dan membuat catatan-catatan baik arti perkata maupun keterangan Kyai yang dianggap penting dan diberi catatan ditepi Kitab kanan atau kiri, sedangkan terjemahannya ditulis dibawah teks Kitab dengan huruf Arab dengan bahasa Arab yang searti dengan kata-kata diatasnya atau dengan bahasa Jawa atau Sunda dan ditulis miring.

Canda Cinta, itulah istilah khusus yang sangat indah buat nuansa pengajian di Majelis Abuya Muhtadi Dimyathi, karena Beliau didalam pengajian selalu menghiasinya dengan humor humor sufi yang membuat para santri jadi rileks.

Sistem pengajaran disamping memegang teguh prinsip (Al-‘Ilmu Shoidun Wal Kitabatu Qoyduhu) Ilmu itu bagaikan hewan buruan dan catatan-catatan itu bagaikan talinya, juga menganut prinsip dan pendirian bahwa Ilmu itu ada didalam dada bukan didalam tulisan (Al-‘Ilmu Fish-Shudur La Fis-Suthur), oleh sebab itu pendidikan karakter sudah dilakukan Pesantren sejak dulu kala, saat ini pemerintah sedang mempunyai masalah besar dengan pembentukan karakter bangsa yang semestinya pemerintah belajar dari Pesantren.

KURIKULUM PENDIDIKAN

Pesantren Cidahu mendidik santrinya dengan Thariqah (jalan Tashowwuf para Ulama Salaf), yang menjadi prinsip utama Pesantren adalah totalitas ngaji Kitab Kuning, sehingga Pesantren Cidahu tidak memiliki kurikulum yang baku atau terstruktur. Ngaji adalah jalan yang ditempuh oleh para Ulama, dan para Ulama lah yang tahu betapa tingginya derajat ngaji dan buah dari ngaji yaitu ilmu. Mencari ilmu hukumnya wajib karena dengan ilmu itu amal dan praktek Ibadah bisa sah dan bersih dari afat-afat dan penyakit yang selalu mengiringi amal ibadah (Al-‘Ilmu Li Tashhihil ‘Amal).

Pesantren Cidahu menggunakan arah kiblat pendidikan yang diprakarsai oleh Alm. Abuya Dimyathi dimana dari kecil Abuya Muhtadi tidak pernah belajar dari sipapun kecuali dari ayahandanya sendiri Abuya Dimyathi, dan Ilmu yang dimiliki oleh Abuya Dimyathi itu hasil rangkuman dari Ilmunya para Ulama sepuh di seantero Jawa dan sekitarnya dengan mengutamakan Kitab-Kitab yang tercatat di dalam Kitab Tsabat Kifayatul Mustafid, Asy-Syarqowi dan Asy-Syanwani.

Wallohu'alam bisshowab

Sumber : https://www.jagatngopi.com/pesantren-abuya-cidahu-nuansa-shufy-untuk-kehidupan-haqiqy-dunyawy-dan-ukhrowy/

Belum ada Komentar untuk "Profil Sejarah Pondok Pesantren Roudotul 'Ulum Cidahu Pandeglang"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel