Kisah Asal Usul Mpu Nambi, Patih Pertama Majapahit

Mpu Nambi adalah pemegang jabatan rakryan patih pertama dalam sejarah Kerajaan Majapahit. Ia ikut berjuang mendirikan kerajaan tersebut namun kemudian gugur sebagai korban fitnah pada pemerintahan raja kedua.

SILSILAH KELUARGA

Nama ayah Nambi menurut Pararaton dan Kidung Harsawijaya adalah Arya Wiraraja, sedangkan dalam Kidung Sorandaka adalah Pranaraja. hal ini menimbulkan pendapat bahwa Pranaraja adalah nama lain Arya Wiraraja.

Pendapat tersebut tidak sesuai dengan naskah prasasti Kudadu tahun 1294 yang menyebut Arya Wiraraja dan Pranaraja sebagai dua orang tokoh yang berbeda. Keduanya sama-sama menjabat sebagai pasangguhan, di mana masing-masing bergelar Rakryan Mantri Arya Wiraraja Makapramuka dan Rakryan Mantri Pranaraja Mpu Sina.

Selain itu, Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe menyebut Arya Wiraraja adalah ayah dari Ranggalawe (alias Arya Adikara), yaitu saingan politik Nambi. Versi ini diperkuat oleh prasasti Kudadu (1294) yang menyebut adanya nama Arya Adikara dan Arya Wiraraja dalam daftar pejabat Majapahit, tetapi keduanya tidak ditemukan lagi dalam prasasti Sukamerta (1296), sedangkan nama Pranaraja Mpu Sina masih dijumpai.

Alasan yang bisa diajukan ialah, setelah kematian Ranggalawe tahun 1295, Arya Wiraraja merasa sakit hati dan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pasangguhan. Ia kemudian mendapatkan daerah Lamajangsesuai janji Raden Wijaya pada masa perjuangan. Adapun Pranaraja Mpu Sina diperkirakan juga berasal dari Lamajang. Sesudah pensiun, ia kembali ke daerah itu sampai akhir hayatnya pada tahun 1316.ang di daerah tempat kekuasaan Arya Wiraraja yang merupakan ayahnya.

Menurut Mansur Hidayat, seoarang penulis buku Arya wiraraja dan Lamajang Tigang Juru, Namnbi dan Ronggolawe adalah sama-sama anak Arya Wiraraja karena sumber-sumber yang diceritakan sama-sama kuat. Contoh, bahwa Nambi adalah putra Arya Wirarakj karena ketika Arya Wiraraja sakit Nambi menjenguknya dan mengambil cuti dan kemudian juga berperang mempertahankan kerajaan ayahnya Lamajang Tigang Kuru.

JASA TERHADAP MAJAPAHIT

Pararaton dan Kidung Panji Wijayakramamenyebut Nambi sebagai salah satu abdi Raden Wijaya yang ikut mengungsi ke tempat Arya Wiraraja di Songeneb (nama lama Sumenep) ketika Kerajaan Singasari runtuh diserang pasukan Jayakatwang tahun 1292. Sedangkan menurut Kidung Harsawijaya, Nambi adalah putra Arya Wiraraja yang baru kenal Raden Wijaya di Songeneb.

Pararaton mengatakan bahwa Nambi adalah seorang putra Arya Wiraraja yang telah menjadi sahabat Raden Wijaya sejak menjadi salah salatu panglima di Singhasari. Kidung Harsawijaya mengisahkan pula, Nambi kemudian dikirim ayahnya untuk membantu Raden Wijaya membuka Hutan Tarik (di perbatasan antara kabupaten Sidoarjo dengan kabupaten Mojokerto) menjadi sebuah desa pemukiman bernama Majapahit. Kisah ini berlawanan dengan Kidung Panji Wijayakramadan Kidung Ranggalawe yang menyebut nama putra yang dikirim Arya Wiraraja adalah Ranggalawe, bukan Nambi.

Pararaton selanjutnya mengisahkan, pada saat Raden Wijaya menyerang Kadiri pada tahun 1293, Nambi ikut berjasa membunuh seorang pengikut Jayakatwang yang bernama Kebo Rubuh. Dalam berbagai medan perjuangan, Nambi diceritakan orang yang mempunai kecerdikan administrasi dan intelektual sehingga pada masa Majapahit berdiri ia dipercaya menjadi seorang Maha Patih pertama kerajaan ini.

Pararaton mengisahkan setelah kekalahan Jayakatwang tahun 1293, Raden Wijayamendirikan Kerajaan Majapahit dan mengangkat diri menjadi raja. Jabatan patihatau semacam perdana menteri diserahkan kepada Nambi. Berita ini diperkuat oleh prasasti Sukamerta tahun 1296 yang memuat daftar nama para pejabat Majapahit, antara lain Rakryan Patih Mpu Tambi.

Menurut Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Ranggalawe, pengangkatan Nambi inilah yang memicu terjadinya pemberontakan Ranggalawe di Tuban tahun 1295. Ranggalawe merasa tidak puas atas keputusan tersebut karena Nambi dianggap kurang berjasa dalam peperangan. Atas izin Raden Wijaya, Nambi berangkat memimpin pasukan Majapahit menyerang Tuban. Dalam perang itu, Ranggalawe mati di tangan Kebo Anabrang.

Menurut Mansur Hidayat, penulis sejarah , Arya Wiraraja dan Lamajang Tigang Juru ini, Nambi adalah salah seoarang putra Arya Wiraraja yang tetap ikut berperan di dalam intern kerajaan Majapahit. Pengangkatannya sebagai Maha Patih tidak disetujui oleh saudaranya sendiri yaitu Ranggalawe yang menginginkan Sora yang merupakan paman dari pihak ibu menjadi Patih karena dinilai punya keberanian. Akibat perang Ranggalawe ini, Ranggalawe yang merupakan seoarang putra kesayangan Arya Wiraraja gugur , sehingga menjadikan aahnya bersedih dan sangat marah. Arya Wiraraja kemudian membangun ibu kota berbenteng yang kemudian dikenal dengan nama Arnon atau Kuto Renon ang dalam bahasa Jawa kuno adalah "Kuto artinya kota berbenteng" dan "Renon atau Renu artinya marah". Jadi Kutorenon sendiri berarti sebuah ibu kota berbenteng ang dibangun karena marah. Akibat kejadian ini Nambi pun tidak diterima oleh Arya Wiraraja sampai masa sakitnya pada tahun 1314 Masehi.

Di dalam pemerintahan Majapahit sendiri, Mpu Nambi adalah salah seorang pendukung setia Wangsa Rajasa, sehingga ketika Prabu Jayanagara naik tahta dan menyingkirkan Tribuwana Tunggadewi, Mpu Nambilah yang berada di garda depan untuk menentangnya. Hal inilah yang membuat hubungan kedua petinggi Majapahit itu menjadi renggang dan kemudian dimanfaatkan oleh seorang tokoh bernama Mahapati.

KEMATIAN NAMBI

Kematian Nambi terjadi pada tahun 1316. Kisahnya disinggung dalam Nagarakretagamadan Pararaton, serta diuraikan panjang lebar dalam Kidung Sorandaka.ja

Dikisahkan pada masa pemerintahan Jayanagara (1309-1328) putra Raden Wijaya, Nambi masih menjabat sebagai patih. Saat itu ada tokoh licik bernama Mahapati yang mengincar jabatannya. Ia selalu berusaha menciptakan ketegangan di antara Jayanagara dan Nambi.

Suatu hari terdengar berita bahwa ayah Nambi sakit keras. Nambi pun mengambil cuti untuk pulang ke Lamajang (nama lama Lumajang). Sesampai di sana, ayahnya telah meninggal. Mahapati datang melayat menyampaikan ucapan dukacita dari raja. Ia juga menyarankan agar Nambi memperpanjang cutinya. Nambi setuju. Mahapati lalu kembali ke ibu kota untuk menyampaikan permohonan izinnya.

Akan tetapi dihadapan raja, Mahapati menyampaikan berita bohong bahwa Nambi menolak untuk kembali ke ibu kota karena sedang mempersiapkan pemberontakan. Jayanagara termakan hasutan tersebut. Ia pun mengirim pasukan dipimpin Mahapati untuk menumpas Nambi.

Nambi tidak menduga datangnya serangan mendadak. Ia pun membangun benteng pertahanan di [Gending] dan [Pejarakan]. Namun keduanya dapat dihancurkan oleh pasukan Majapahit. Akhirnya Nambi sekeluarga pun tewas pula dalam peperangan itu. Babad Pararaton menceritakan kejatuhan Lamajang pada tahun saka "Naganahut-wulan" (Naga mengigit bulan) dan dalam Babad Negara Kertagama disebutkan tahun "Muktigunapaksarupa" yang keduanya menujukkan angka tahun 1238 Saka atau 1316 Masehi.

Pararaton mengisahkan Nambi mati dalam benteng pertahanannya di desa Rabut Buhayabang, karena dikeroyok oleh Jabung Tarewes, Lembu Peteng, dan Ikal-Ikalan Bang. Sedangkan menurut Nagarakretagama yang memimpin penumpasan Nambi bukan Mahapati, melainkan langsung oleh Jayanagara sendiri. Jatuhnya Lamajang ini kemudian membuat kota-kota pelabuhannya seperti Sadeng dan Patukangan melakukan perlawanan yang kemudian dikenal sebagai "Pasadeng" atau perang sadeng dan ketha pada tahun 1331 masehi.

Tentang meninggalnya Mpu Nambi sendiri, ada 2 pendapat yang sama kuatnya, di mana pertama Nambi meninggal di daerah bernama Randu Agung karena ada sebuah situs bernama Candi Agung yang dipercaya maysarakat sebagai tempat perabuan Nambi. Kedua adalah di ibu kota Arnon sendiri di mana perang Lamajang ang terakhir berlangsung di ibu kota dan Mpu Nambi bertahan habis-habisan sampai titik darah penghabisan. Dalam penelitian J. Mageman diberitakan bahwa di Situs Biting terdapat komplek percandian raja-raja Lamajang.

KISAH PEMBERONTAKAN NAMBI

Pada masa berdirinya Kerajaan Majapahit dengan rajanya Nararyya Sanggramawijaya yang mengam­bil nama abhiseka Kertarajasa Jayawardana atau yang lebih dikenal dengan nama Raden Wijaya, Lumajang merupakan ibu kota Majapahit bagian timur dengan penguasanya bernama Arya Wiraraja.

wilayah barat dan timur dip­icu oleh kekecewaan Arya Wiraraja atas kematian Ranggalawe, anak Arya Wiraraja, yang memberontak terhadap raja. Lagi pula pembagian wilayah tersebut sesuai dengan janji Raden Wijaya ketika Raden Wijaya mengung­si ke Sumenep. Pembagian wilayah Majapahit, menjadi Sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit memang tidak bisa dipisah­kan dengan peranan Arya Wiraraja. Arya Wirarajalah yang secara tidak langsung membidani lahirnya Kerajaan Majapahit. Arya Wiraraja, disebut pula

Banyak Wide, adalah Adipati Sumenep,’ Madura. Semula ia termasuk rakyanri pakiran-pakiran makabehan (golongan pejabat tinggi yang berfungsi sebagai Badan Pelaksana Pemerintahan yang terdiri dari patih, demung, kanuruhan, tumenggung, dan rangga). Tugas po­koknya adalah mengatur rumah tangga kerajaan (kerajaan Singosari dengan ra­janya Sri Kertanegara).

Sebagai demung yang cakap, Arya Wiraraja sangat dekat dengan Sri Kertanegara. Kedekatan hubungannya dengan Raja Singosari Sri Kertanegara membuatnya dijuluki babatanganira, yang berarti kekuatan pokok pemerin­tahan. Namun, karena pertentangannya dengan Sri Kertanegara, seputar pengir­iman prajurit Singosari untuk menun­dukkan Swarnabumi (Sumatera dalam Ekspedisi Pamalayu), Arya Wiraraja diturunkan jabatannya menjadi Adipati Tumenggung dan ditempatkan di Sumenep, Madura Timur. Ditunjuk sebagai penggantinya adalah Mapanji Wipaksa (Piagam Penampihan).

Ketika Sanggramawijaya men­gungsi ke Sumenep guna menghindari kejaran pasukan pemberontak, yaitu prajurit-prajurit Jayakatwang yang me­nyerang Singosari. Sanggramawijaya disarankan untuk berpura-pura tunduk dan menyerah kepada Jayakatwang. Diperlukan sikap pura-pura untuk kembali merebut tahta, demikian sia­sat Arya Wiraraja. Sanggramawijaya menyetujuinya dan dalam kesempatan itu ia berjanji akan menyerahkan sep­aro wilayah kerajaannya kepada Arya Wiraraja apabila ia berhasil menjadi raja. Arya Wiraraja menanggapi janji itu hanya dengan tersenyum.

Apabila Arya Wiraraja berusaha sekuat tenaga mengembalikan tahta Singosari kepada Sanggramawijaya, hal itu ia lakukan semata-mata karena kecintaannya yang mendalam kepada Singosari. Arya Wiraraja tidak ber­ambisi meraih kekuasaan. Andaikata janji untuk menyerahkan separo wilayah kerajaan itu diingkari sekali­pun, Arya Wiraraja akan tinggal diam.

Akan tetapi, lain lagi ceritanya setelah Ranggalawe tewas. Ranggalawe adalah anak laki-laki Arya Wiraraja. Ia seorang pribadi yang jujur, tegas, setia, pemberani, dan nada suaranya keras menghentak. Nama Ranggalawe merupakan pemberian Sanggramawijaya. Lawe atau wenang artinya benang pengikat atau peng­hubung karena ia adalah pengikut kuat antara Sanggramawijaya dengan Arya Wiraraja.

Akan tetapi hubungan Arya Wiraraja dengan Sanggramawijaya menjadi kendor setelah tewasnya Ranggalawe karena Ranggalawe di­anggap memberontak terhadap raja.

Timbulnya pemberontakan Ranggalawe akibat pengangkatan Empu Nambi sebagai patih mangkubu- mi. Ranggalawe merasa iri terhadap Nambi. Ia mengharapkan pengang­katannya sebagai Patih Mangkubumi karena ia banyak berjasa dalam pem­bukaan hutan Tarik dan pengusiran tentara tar-tar. Lagipula ia putera Arya Wiraraja, tokoh yang berdiri di be­lakang layar dalam pendirian Kerajaan Majapahit. Ia sangat kecewa dengan pengangkatannya sebagai adipati man­canegara di Dataran (Tuban).

Pemberontakan berhasil dipadam­kan dan Ranggalawe mati terbunuh secara kejam oleh Mahisa Anabrang. Ketika Lembu Sora mengetahui bah­wa Ranggalawe dianiaya oleh Mahisa Anabrang di tepi Sungai Tambakberas, Lembu Sora dengan serta merta menusuk Mahisa Anabrang dari be­lakang sehingga Kebo Anabrang tewas.

Setelah peristiwa itu Arya Wiraraja menetap di Lumajang. Bersama Pranaraja Empu Sina (ayahanda Patih Nambi), kedua pembesar Majapahit itu menjalankan roda pemerintahan di Lumajang dengan amanah. Keduanya menjalankan konsep mukti dalam pemerintahannya. Mukti yaitu kesedi­aan atasan untuk mengulurkan kasih­nya kepada yang lebih bawah. Sebagai imbangan mukti adalah bakti, yaitu berbakti kepada atasan karena hasrat untuk meluhurkan pemimpinnya. Hal ini terbukti dengan bagaimana rakyat Lumajang yang tanpa dikomando, bergerak mengangkat senjata untuk membela pemimpinnya yang dituduh memberontak kepada raja dalam peris­tiwa Pemberontakan Patih Nambi.

LATAR BELAKANG PEMBERONTAKAN

Ada empat jabatan Pasangguhan dalam zaman awal Majapahit, yakni, Mapasangguhan Sang Pranaraja, dipercayakan kepada Empu Sina, Mapasangguhan Sang Nayapati, dipercayakan kepada Empu Lunggah, Rakyan Mantri Dwipantara, dipercayakan kepada Sang Adikara dan Pasangguhan Sang Arya Wiraraja.

Setelah peristiwa pemberontakan Ranggalawe, wilayah Majapahit dibagi dua bagian, yaitu wilayah Majapahit bagian barat dan wilayah Majapahit bagian timur dengan Lumajang sebagai ibu kotanya. Pranaraja Empu Sina pun tinggal di Paj arakan (sekarang termasuk wilayah Kabupaten Probolinggo), men­emani Arya Wiraraja yang berkedudu­kan di Lumajang.

Sebagaimana yang telah dising­gung di bagian depan, terjadinya pem­berontakan Ranggalawe dipicu oleh pengangkatan Nambi sebagai Patih Mangkubumi. Dalam hirearki pemer­intahan Majapahit, jabatan yang diberi­kan kepada Nambi adalah kedudukan yang sangat tinggi. Ranggalawe men­ganggap bahwa Sri Kertarajasa telah mencederai keadilan, dan karenanya Ranggalawe memilih untuk beroposisi.

Sesungguhnya Ranggalawe bu­kanlah pribadi yang gila hormat dan jabatan. Ia bukan pula seorang penjilat, juga bukan sosok yang harus bersiasat untuk menyingkirkan pesaingnya demi mendapatkan jabatan. Sebaliknya ia sosok yang jujur, suka berterus terang, dan berani menggebrak tanpa ragu ter­hadap hal yang dianggap mencederai keadilan. Ia kukuh memegang janji, dan janji yang diterimanya dianggap sama dengan janji yang diucapkan. Dan, ia telah dijanjikan untuk men­duduki jabatan Patih Mangkubumi, langsung oleh Sanggramawiya, se­belum Sanggramawiya bertahta.Tak hanya sekali janji itu dilontarkan ke­padanya, dan bukan ia sendiri yang mendengarnya,melainkan banyak orang. Namun, penguasa Majapahit itu mengingkari janjinya, menjilat lu­dah sendiri.Ternyata jabatan yang dijanjikan justeru diberikan kepada orang lain, sedang ia diberi kedudu­kan sebagai Adipati Mancanegara di Dataran(Tuban).

Maka Ranggalawe pun melakukan protes. Akan tetapi protes Ranggalawe oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan dimanfaatkan untuk ke­pentingan pribadi dan golongan. Protes Ranggalawe lalu dipolitisir sedemikian rupa sehingga muncul opini publik yang menyatakan bahwa Ranggalawe melakukan makar. Hingga abad-abad selanjutnya, sejarah memberikan catatan buruk atas diri Ranggalawe. Cap Ranggalawe sebagai pemberon­tak seakan tidak dapat dipisahkan dari pribadi Si Wenang, yaitu benang pengikat kuat antara Sanggramawijaya dengan Arya Wiraraja.

Seperti halnya Ranggalawe, Nambi pun bukan pribadi yang gila hormat dan jabatan. Bahkan ia dikenal sebagai pribadi yang polos, jujur, seder­hana dan rendah hati. Sesungguhnya ia menyadari bahwa kedudukan Patih Mangkubumi tidak layak diterimanya. Akan lebih tepat diberikan kepada Ranggalawe mengingat akan jasa-jasa putera Arya Wiraraja itu dalam pem­bukaan hutan Tarik dan pengusiran tentara Ku Bhilai Khan. Alasan itu juga sudah disampaikan kepada Sang Prabu menjelang upacara serah terima jabatan. Akan tetapi Sang Kertarajasa bersikukuh mempercayakan jabatan itu kepada Nambi. Tentunya hal itu sudah melalui berbagai pertimbangan yang hanya Kertarajasa sendiri yang men­getahui. Mau tidak mau, Nambi ha­rus menjalankan titah raja. Bukankah titah seorang raja itu bersifat mutlak, sabda pandhita ratu tan kena wola- wali,artinya titah seorang raja itu han­ya sekali.

Namun demikian, Nambi selalu diliputi perasaan was-was. Firasatnya mengatakan bahwa keputusan itu akan menimbulkan perasaan tidak puas di kalangan para pembantu Kertarajasa yang lain, dan kondisi itu kemudian dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki “kepentingan”. Ternyata kekhawatiran Nambi terbukti. Pada awal pemerintahan Sri Kertarajasa, Kerajaan Majapahit diguncang oleh kekisruhan politik yang ditandai den­gan timbulnya pemberontakan-pembe­rontakan.

Belum ada Komentar untuk "Kisah Asal Usul Mpu Nambi, Patih Pertama Majapahit"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel