Sejarah Asal Usul Terbentuknya Kota Palu Sulawesi Tengah

Palu adalah Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kota Palu merupakan kota lima dimensi yang terdiri atas lembah, lautan, sungai, pegunungan, dan teluk.

Luas wilayah kota Palu sekitar 395,06 km2 dan Penduduk di Kota Palu berjumlah 363.867 jiwa (2017).

ASAL USUL KOTA PALU


Asal usul nama kota Palu adalah kata Topalu'e yang artinya Tanah yang terangkatkarena daerah ini awalnya lautan, karena terjadi gempa dan pergeseran lempeng (palu koro) sehingga daerah yang tadinya lautan tersebut terangkat dan membentuk daratan lembah yang sekarang menjadi Kota Palu.

Istilah lain juga menyebutkan bahwa kata asal usul nama Kota Palu berasal dari bahasa kaili VOLO yang berarti bambu yang tumbuh dari daerah Tawaeli sampai di daerah sigi.

Bambu sangat erat kaitannya dengan masyarakat suku Kaili, ini dikarenakan ketergantungan masyarakat Kaili dalam penggunaan bambu sebagai kebutuhan sehari-hari mereka. baik itu dijadikan Bahan makanan (Rebung), Bahan bangunan (Dinding, tikar, dll), Perlengkapan sehari hari, permainan (Tilako), serta alat musik (Lalove)

PEMBENTUKAN KOTA PALU

Kota Palu sekarang ini adalah bermula dari kerajaan yang terdiri dari kesatuan empat kampung, yaitu: Besusu, Tanggabanggo yang sekarang bernama Kelurahan Kamonji, Panggovia yang sekarang bernama Kelurahan Lere, dan Boyantongo yang sekarang bernama Kelurahan Baru. Mereka membentuk satu Dewan Adat disebut Patanggota.

Salah satu tugasnya adalah memilih raja dan para pembantunya yang erat hubungannya dengan kegiatan kerajaan. Kerajaan Palu lama-kelamaan menjadi salah satu kerajaan yang dikenal dan sangat berpengaruh. Itulah sebabnya Belanda mengadakan pendekatan terhadap Kerajaan Palu.

Belanda pertama kali berkunjung ke Palu pada masa kepemimpinan Raja Maili (Mangge Risa) untuk mendapatkan perlindungan dari Manado pada tahun 1868. Pada tahun 1888, Gubernur Belanda untuk Sulawesi bersama dengan bala tentara dan beberapa kapal tiba di Kerajaan Palu, mereka pun menyerang Kayumalue.

Setelah peristiwa perang Kayumalue, Raja Maili terbunuh oleh pihak Belanda dan jenazahnya dibawa ke Palu. Setelah itu ia digantikan oleh Raja Jodjokodi, pada tanggal 1 Mei 1888 Raja Jodjokodi menandatangani perjanjian pendek kepada Pemerintah Hindia Belanda.

Pada awal mulanya, Kota Palu merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Palu. Pada masa penjajahan Belanda, Kerajaan Palu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan (Onder Afdeling Palu) yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Landschap Palu yang mencakup distrik Palu Timur, Palu Tengah, dan Palu Barat; Landschap Kulawi; dan Landschap Sigi Dolo.

Pada tahun 1942, terjadi pengambilalihan kekuasaan dari Pemerintahan Belanda kepada pihak Jepang. Pada masa Perang Dunia II ini, kota Donggala yang kala itu merupakan ibukota Afdeling Donggala dihancurkan oleh pasukan Sekutu maupun Jepang. Hal ini mengakibatkan pusat pemerintahan dipindahkan ke kota Palu pada tahun 1950.

Saat itu, kota Palu berkedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Negeri (KPN) setingkat wedana dan menjadi wilayah daerah Sulawesi Tengah yang berpusat di Kabupaten Poso sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950. Kota Palu kemudian mulai berkembang setelah dibentuknya Residen Koordinator Sulawesi Tengah Tahun 1957 yang menempatkan Kota Palu sebagai Ibukota Keresidenan.

Terbentuknya Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964, status Kota Palu sebagai ibukota ditingkatkan menjadi Ibukota Provinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah. Kemudian pada tahun 1978, Kota Palu ditetapkan sebagai kota administratif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1978. Kini, berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1994 Kota Palu ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Palu.

PRISTIWA PENTING KOTA PALU

Gempa 2005

Pada tanggal 24 Januari 2005 pukul 04.10 WITA, gempa berkekuatan 6,2 pada Skala Richter mengguncang Palu. Pusat gempa terjadi di Desa Bora Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi, 16 km arah tenggara Palu tepatnya ,di kedalaman 30 km. Gempa itu berada pada 1°03′ LS - 119°99′ BT.

Warga panik dan langsung mengungsi karena takut kemungkinan adanya tsunami seperti yang terjadi di Aceh. Sebagian dari mereka melarikan diri ke perbukitan dan pegunungan. Akibatnya, satu orang meninggal, empat orang cedera dan 177 bangunan rusak. Warga sekitar Biromaru Malah Mengungsi didekat tempat pusat gempa.

Gempa 2018 Dan Tsunami

Pada tanggal 28 September 2018 pukul 18.02 WITA, gempa berkekuatan 7,4 Mwmengguncang daerah Donggala, Palu, Sigi dan sekitarnya. Selain, korban jiwa, gempa dan tsunami menyebabkan sarana dan prasarana rusak. Salah satunya Jembatan Kuning yang menjadi ikon Kota Palu ambruk. Berikut informasi terkini terkait bangunan yang rusak:


  1. Bangunan dan utilitas kota sepanjang teluk Palu yang tersapu tsunami dengan radius pencapaian gelombang rata-rata 300 meter dari bibir pantai.
  2. Hotel Roa-Roa berlantai 8 di Jalan Pattimura rata dengan tanah. Di hotel terdapat 76 kamar dari 80 kamar yang terisi oleh tamu.
  3. Permukiman padat Perumahan Nasional Perumnas Balaroa, Palu Barat yang terdampak likuifaksi, setidaknya lebih dari 1800 bangunan amblas 4 meter dan 550 korban meninggal dunia tertimbun tanah dan reruntuhan. Kawasan terdampak likuifaksi dizonasi sebagai kawasan dilarang membangun (red zone).
  4. Permukiman beserta lahan pertanian di Kelurahan Petobo yang terdampak likuifaksi.
  5. Desa Jono oge dan Desa Sibalaya Kabupaten Sigi dan lahan pertanian sekitar terdampak likuifaksi.
  6. Bandar udara Mutiara SIS Al-jufri mengalami kerusakan pada landasan pacu sepanjang 400 meter dari panjang utama 2400 meter, menara pemantau (ATC) roboh dengan 1 korban meninggal dunia, dan bangunan utama bandar udara yang rusak dan retak.
  7. Pusat perbelanjaan atau salah satu mal terbesar di kota Palu, Mal Tatura Jalan Emy Saelan ambruk.
  8. Pusat perbelanjaan Palu Grand Mall terletak di jalan Diponegoro terhempas tsunami terletak persis berhadapan dengan Teluk Palu.
  9. Hotel Mercure terletak di jalan Cumi-cumi dan Hotel Palu Golden terletak di jalan Raden Saleh rusak dan terhempas tsunami.
  10. Arena Festival Pesona Palu Nomonimerupakan kawasan sepanjang teluk sebagai tempat acara utama Hari jadi Kota Palu dimana terdapat ratusan hingga ribuan orang pengisi acara.
  11. Gedung Anutapura Medical Centre (AMC) di Rumah Sakit Anutapura yang berlantai empat di Jalan Kangkung, Palu robohJembatan Kuning Ponulele roboh diguncang gempa dan diterjang tsunami.
  12. Jalur trans Sulawesi Palu dari Polo-Poso-Makassar tertutup longsor, jalur trans Sulawesi Palu-Mamuju-Makassar, dan jalur trans Sulawesi Palu-Donggala-Toli-toli tertutup material tsunami.
  13. Garis patahan sesar Palu-Koro terlihat mengalami pergeseran tanah mendatar kurang lebih meter hingga 5,5 meter membentuk garis lurus membelah kota yang ditandai dengan bengkoknya jalan-jalan strategis kota diantaranya Jalan Cumi-cumi, jalan Diponegoro, jalan Lasoso, jalan Asam, jalan Kedondong, jalan Pipa air, jalan Cemara, jalan Manggis, jalan Kamboja (Perumnas Balaroa), hingga jalan Padanjakaya, semuanya membentuk garis dengan perpindahan yang sama.


Sumber : Wikipedia.org

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Asal Usul Terbentuknya Kota Palu Sulawesi Tengah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel