Sejarah Asal Usul Terbentuknya Kabupaten Kendal Jawa Tengah

Sejarah awal mula terbentuknya kabupaten Kendal dalam "Babad Tanah Kendal" karya Ahmad Hamam Rochani, menyebutkan banyak sekali yang melatar belakangi nama Kendal. Ada yang menyebut dengan Kendalapuraatau Kontali atau Kentali.


Namun dalam Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Kendal berasal dari nama sebuah pohon, yaitu Pohon Kendal. Begitu pula tentang Kendal sebagai sebuah negeri, memang tenggelam oleh kerajaan atau negeri-negeri besar.

Namun pada akhirnya negeri Kendal menjadi catatan sejarah nasional dan bahkan internasional karena catatan sejarahnya disimpan di sebuah perguruan tinggi terkenal di Nederland yaitu Universitas Leiden Belanda. Menurut Penulis, dipakai kata babad karena kupasannya dari cerita yang mengandung sejarah. Kalau diartikan secara umumBabad Tanah Kendal artinya cerita sejarah tentang tanah Kendal.

Oleh karena itu, penekanan dalam hal ini adalah cerita, bukan sejarah yang harus dibuktikan dengan fakta. Sehingga mungkin akan dijumpai hal-hal yang kadang lain di telinga atau bertentangan dengan pemahaman yang sudah melekat erat di pikiran masyarakat

PADA AKHIR KERAJAAN MAJAPAHIT

Suatu hari, Sang Prabu Brawijaya bersemedi memohon pada yang Mahakuasa. Hasil semedinya cocok dengan pelaporan para ahli nujum kerajaan. Majapahit yang agung dan termasyhur akan segera beralih tempat. Namun pemegang kekuasaan tetap berada di tangan keturunan sang prabu.

Rajanya akan ditaati seluruh rakyat Jawa Dwipa bahkna nusantara. Sang prabu lalu jatuh sakit. Mendapat wisik, penyakit akan sembuh bila Sang Prabu mau mengawini seorang puteri berambut keriting dan kulit kehitam-hitaman, Puteri Wandan Tetapi setelah Puteri Wandan mengandung, Sang Prabu terusik lagi oleh pelaporan para nujum kerajaan, bahwa sang bayi kelak akan membawa bencana.

Ya, inilah awal kehancuran Majapahit. Tak pelak sang bayi diserahkan kepada seorang petani, dan jauh dari pusat kerajaan. Bayi itu adalah Bondan Kejawan, yang kemudian menurunkan Ki Getas Pendowo - Ki Ageng Selo - Ki Ageng Henis - Sunan Laweyan. Dari lelaki desa yang lugu tapi penuh sasmita itu, lahir sang Pemanahan, dan berdirilah Mataram.

ASAL-USUL NAMA KENDAL

Bathara Katong atau Sunan Katong besama pasukannya mendarat di Kaliwungu dan memilih tempat di pegunungan Penjor atau pegunungan telapak kuntul melayang.

Beberapa tokoh dalam rombongannya antara lain terdapat tokoh seperti Ten Koe Pen Jian Lien (Tekuk Penjalin),Han Bie Yan (Kyai Gembyang) dan Raden Panggung (Wali Joko).

Penyebaran Islam di sekitar Kaliwungu tidak ada hambatan apapun. Sedangka memasuki wilayah yang agak ke barat, ditemui seorang tokoh agama Hindu/Budha, bahka disebutkan sebagai mantan petinggi Kadipaten di bawah Kerajaan Majapahit untuk wilayah Kendal/Kaliwungu, bernama Suromenggolo atau Empu Pakuwojo.

Dikatakan dalam cerita tutur, ia seorang petinggi Majapahit dan ahli membuat pusaka atau empu. Ia seorang adipati Majapahit yang pusat pemerintahannya di Kaliwungu/Kendal. Untuk meng-Islamkan atau menyerukan kepada Pakuwojo supaya memeluk agam Islam, Tidaklah mudah sebagaimana meng-ISlamkan masyarakat biasa lainnya.

Biasanya sifat gengsi dan merasa jad taklukan adalah mendekati kepastian. Karena ia merasa punya kelebihan, maka peng-Islamannya diwarnai dengan adu kesaktian, sebagaimana Ki Ageng Pandan Aran meng-Islamkan para 'Ajar' di perbukitan Bergota/Pulau Tirang.
Kesepakatan atau persyaratan dibuat dengan penuh kesadaran dalam kapasitas sebagai seorang ksatria pilih tanding. "Bila Sunan Katong sanggup mengalahkannya, maka ia mau memeluk agama Islam dan menjadi murid Sunan Katong", demikian sumpah Pakuwojo di hadapan Sunan Katong.

Pola dan gaya pertrungan seperti it memang sudash menjadi budaya orang-orang dahulu. Mereka lebih menjunjung sportivitas pribadi.

Dengan didampingi dua sahabatnya dan satu saudaranya, pertarungan antarkeduanya berlangsung seru. Selain adu fisik, mereka pun adu kekuatan batin yang sulit diikuti oleh mata oran awam. Kejar mengejar, baik di darat maupun di air hingga berlangsung lama dan Pakuwojo tidak pernah menang.

Bahkan ia berkeinginan untuk lari dan bersembunyi. Kebetulan sekali ada sebuah pohon besar yang berlubang. Oleh Pakuwojo digunakan sebagai tempat bersembunyi dengan harapan Sunan Katong tidak mengetahuinya. Namun berkat ilmu yang dimiliki, Sunan Katong berhasil menemukan Pakuwojo, dan menyerahlah Pakuwojo.

Sebagaimana janjinya, kemudian ia mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam. Oleh Sunan Katong, pohon yang dijadikan tempat persembunyian Pakuwojo diberi nama Pohon Kendal yang artinya penerang.

Di tempat itulah Pakuwojo terbuka hati dan pikirannya menjadi terang dan masuk Islam. Dan Sungai yang dijadikan tempat pertarungan kedua tokoh itu diberi namaKali/Sungai Kendal, yaiut sungai yang membelah kota Kendal, tepatnya di depan masjid Kendal. Pakuwojo yang semula oleh banyak orang dipanggil Empu Pakuwojo, oleh Sunan Katong dipanggil dengan nama Pangeran Pakuwojo, sebuah penghargaan karena ia seorang petinggi Majapahit.

Setelah itu ia memilih di desa Getas Kecamatan Patebon dan kadang-kadang ia ebrada di padepokannya yang terletak di perbukitan Sentir atau GUnung Sentir dan menjadi murid Sunan Katong pun ditepati dengan baik. Sedangkan nama tempat di sekitar pohon Kendal disebutnya denganKendalsari.

Masih ada keterangan lain yang ada hubungannya dengan nama Kendal. Dikatakannya bahwa nama Kendal berasal dari kataKendalapura. Dilihat dari namanya, Kendalapura ini berkonotasi dengan agama Hindu. Artinya, bahwa Kendal sudah ada sejak agama Hindu masuk ke Kendal. Atau paling tidak di dalam berdo'a atau mantera-mantera pemujaan sudah menyebu-nyebut nama Kendalapura.

Ada juga keterangan yang menerangkan bahwa Kendal berasal dari kata Kantali atau Kontali. Nama itu pernah disebut-sebut oleh orang-orang Cina sehubungan dengan ditemukannya banya arca di daerah Kendal. Bahkan disebutkan oleh catatan itu bahwa candi-candi di Kendal jauh lebih tua dari candi Borobudur maupun candi Prambanan. Temuan-temuan itu patut dihargai dan bahkan bisa menjadi kekayaan sebuah asal-usul, walaupun kebanyakan masyarakat lebih cenderung pada catatan Babad Tanah Jawi yang menerangkan bahwa nama Kendal berasal dari sebuah pohon yang bernama pohon Kendal.

Kecenderungan itu karena dapat diketahui tentang tokoh-tokohnya yaitu Sunan Katong dan Pakuwojo yang mendapat dukungan dari Pangeran Benowo. Selain itu catatan-catatan pendukung lainnya justru berada di Universitas Leiden, Belanda, sebuah perguruan tinggi terkenal yang banyak menyimpan catatan sejarah Jawa.

Akan halnya cerita Sunan Katong dan Pakuwojo dalam legenda yang telah banyak ditulis itu menggambarkan sebuah prosesi, betapa sulitnya merubah pendirian seseorang, terlebih menyangkut soal agama/keyakinan. Cerita-cerita itu menerangkan bahwa antara Pakuwojo dan Sunan Katong pada akhirnya tewas bersama (sampyuh). Cerita yang sebenarnya tidaklah demikian. Cerita itu maksudnya, begitu Pakuwojo berhasil dibuka hatinya oleh Sunan Katong, dan Pakuwojo mau mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjadi murid Sunan Katong, berarti antara kedua tokoh itu hidup rukun sama-sama mengembangkan agama Islam.

KENDAL MENJADI KABUPATEN

Sang nujum itu benar-benar titis pikir. Puteri Bondan Kejawan beriringan kasih sayang dengan KiAgeng Ngerang. Tuturnya dari sini lahir sang Bahu, sorang cicit yang berdampingan dengan Pangeran Benowo sang Mahkota Pajang. Ikatannya ditali dengan batin seperguruan sang leluhur. Setia tak gampang merekah.

Tanah Kukulan mengantar sang Bahurekso berdekat diri dengan orang agung dari Mataram, dimulai dari anugerah nama, Kyai Ngabehi Bahurekso, dan selanjutnya Raden Tumenggung Bahurekso, sang Adipati Kendal. Alas Roban dan Alas Gambiran, Batang dan Pekalongan karya utama sang Bahu, yang berdampingan dengan pengejawantahan Nawangsari sebidadarian dengan Nawangwulan.

Sang kekasih Bahurekso terpatri di hati dengan sebutan Dewi Lanjar. Magangan, Plantaran, Kali Aji, Sabetan dan Ngeboom merupakan saksi bisu dan monumen yang terlupakan dari sejarah sebuah kabupaten di Kaliwungu. Pusat budaya.

Kota kecil itu menjadi kota besar, dan dari Klaiwungu berhasil menembus Batavia pada Kaladuta. Nama Kendal tidak lagi menasional tetapi telah melangit di tingkat internasional. Sang Bahurekso, adipati, gubernur pesisir Jawa dan dan panglima perang.

KABUPATEN KENDAL DI KALIWUNGU

Kaliwungu, disebut juga Lepen Wungu (sejarah Bagelen), Lepen Tangi (Babad Sultan Agung), Caliwongo (Francois Valentiju), daerah yang dipilih oleh Bahurekso sebagai pusat pemerintahan sebuah Kadipaten. Pada saat itu Kaliwungu adalah daerah yang telah dibangun oleh Sunan Katong yang kemudian dikembangkan oleh ulama Mataram Panembahan Djoeminah.

Upaya pengembangan diteruskan oleh ulama yang punya garis keturunan dengan Sunan Giri, yaitu Kyai haji Asy'ari atau Kyai Guru, yang datang ke Kaliwungu pada beberapa tahun kemudian. Kaliwungu memang daerah berpotensi, selain itu dari faktor geografis memenuhi syarat sebagai daerah pertahanan.

Bandar (pelabuhan) Jepara mengalami perkembangan yang pesat bila dibanding dengan Bandar Bintara, Deamk. Selain itu, Bandar Asam Arang, yang strategis menjadikan Kadipaten Kendal di Kaliwungu semakin berkembang.

HARI JADI KABUPATEN KENDAL

Dari Hasil Seminar yang diadakan tanggal 15 Agustus 2006, dengan mengundang para pakar dan pelaku sejarah, seperti Prof. Dr. Djuliati Suroyo ( guru besar Fakultas sastra Undip Semarang ), Dr. Wasino, M.Hum ( dosen Pasca Sarjana Unnes ) H. Moenadi ( Tokoh Masyarakat Kendal dengan moderator Dr. Singgih Tri Sulistiyono.

Setelah diadakan penelitian dan pengkajian secara komprehensip menyepakati dan menyimpulkan bahwa momentum pengangkatan Bahurekso sebagai Bupati Kendal, dijadikan titik tolak diterapkannya hari jadi. Pengangkatan bertepatan pada 12 Rabiul Awal 1014 H atau tanggal 28 Juli tahun 1605. 

Belum ada Komentar untuk "Sejarah Asal Usul Terbentuknya Kabupaten Kendal Jawa Tengah"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel