Kisah Asal Usul Abimanyu Putra Arjuna (Pandawa Lima) dari lahir hingga tewas

Kuwaluhan.com

Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra (ibu Abimanyu) tertidur maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.

Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang ksatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, puteri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.

Sebagai cucu Dewa Indra, Dewa senjata ajaib sekaligus Dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan ksatria-ksatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayahnya, pamannya, dan segala keinginan mereka.

Peran Abimanyu dalam perang Baratayudha

Dalam perang Baratayuda, dikisahkan Abimanyu sengaja disembunyikan oleh kedua orangtuanya dan didukung oleh saudara-saudaranya kadang Pandawa. Abimanya menjadi pewaris tahta kerajaan Amarta, sehingga keselamatan Abimanyu menjadi sangat berarti bagi Keluarga Kerajaan Amarta. Abimanyu menjadi simbul kemenangan Kadang Pandawa sehingga pantaslah dalam perang besar baratayuda itu ia disembunyikan di tempat yang sangat rahasia dijaga oleh istrinya Dewi Utari  dan ibunya Woro Subodro ia tidak boleh keluar dari tempat sembunyi tersebut.


 Dewi Utari istri Abimanyu kebetulan sedang mengandung, sehingga ia tidak mau lepas dari suami yang tercinta walaupun sebentar saja. Semua orang tua Pandawa memberikan “wanti-wanti” (pesan yang sangat tidak boleh dilanggar) kepada Abimanyu, bahwa ia tidak boleh ikut berperang melawan Kurawa.

Setiap manusia memang memiliki kisah sendiri-sendiri. Sebelum beristri dengan Dewi Utari sebenarnya Abimanyu telah memiliki istri yang bernama Siti Sendari. Pada waktu kenalan dengan Dewi Utari Abimanyu mengaku sebagai perjaka. Pada waktu itu Dewi Utaripun curiga dan tidak percaya kepada Abimanyu karena Dewi Utari kurang yakin jika Abimanyu belum memiliki istri. Karena terlanjur cinta kepada Dewi Utari Abimanyu terpaksa berbohong, untuk meyakinkan Dewi Utari ia bersumpah :

“Dewi Utari,ingsun isih legan durung duwe kromo.., yen ora percaya aku wani mati dikrocok gaman sewu”(Dewi Utari saya masih perjaka belum punya istri jika tidak percaya saya berani sumpah mati ditumbak seribu senjata".

Sumpah kebohongan Abimanyu disaksikan bumi, langit, laut, dan gunung. Seketika terdengar petir yang menggelegar..,, kilat menyambar-nyambar. Dewi Utari termakan bujuk rayu dan sumpah palsu Abimanyu, sehingga terwujud keduanya menjadi pasangan suami istri.

Pada waktu terjadi perang besar antara pandawa dan kurawa Abimanyu berada pada persembunyian yang dirahasiakan. Setiap manusia memang memiliki rencana tetapi Tuhan-Pun memiliki rencana : “wamakaru wamakarullahi, wawallahu khairul makirin” (orang-orang itu merencanakan kejahatan, Allah-Pun merencakan pula, maka sebaik-baik rencana adalah rencana Allah.) Dalam persembunyian hati Abimanyu tidak merasa tentram, makan tidak selera, tidurpun tidak bisa nyenyak. Yang ia pikirkan hanya “Tegal Kuru Setra” tempat saudara-saudara berjihad perang melawan kebatilan. Sebagai seorang yang masih berdarah muda hatinya terpanggil, untuk ikut berperang dimedan laga untuk membela bangsa dan Negara. Dalam hatinya terjadi perang batin antara mengikuti pesan orang tua atau membela Negara. Jika ia minta ijin kepada istrinya atau ibunya mustahil keduanya memberikan ijin.

Abimanyu berdiam diri termenung memikirkan langkah apa yang terbaik bagi dirinya dan Negaranya. Dalam keadaan tersebut tiba-tiba ia melihat seekor “undur-undur”  (binatang kecil yang berjalan dengan cara mundur biasanya berada pada tanah yang berdebu). Binatang tersebut memberikan inspirasi kepada Abimanyu untuk segera pergi ke medan pertempuran dengan cara mundur-mundur, artinya dia meninggalkan tempat persembunyiannya dari sedikit demi sedikit setelah istri dan ibunya terlena segera ia cepat-cepat lari keluar dari persembunyian menuju medan pertempuran.

Kematian Abimanyu

   Abimanyu sudah memakai pakaian perang dengan mengendarai kuda. Dengan gagah berani ia segera menerjang dan memporak porandakan musuhnya yaitu para kurawa. Pasukan Pandawa yang semula sudah terdesak kini dapat mendesak pasukan Kurawa. Pasukan Kurawa kalang kabut banyak korban berjatuhan, banyak bala tentara yang mati seperti “babadan pacing” tumbuhan perdu yang roboh setelah ditebas dengan pedang.

Senopati Kurawa Bagawan Durna mengumpulkan para jendral untuk mengadakan “briefing” apa yang menyebakan, langkah/strategi apa yang harus segera ditempuh untuk mengalahkan Pandawa. Hasil dari briefing tersebut diputuskan strategi perang yang baru. Apa yang menyebabkan kekuatan Pandawa tiba-tiba meledak-ledak ternyata ada perwira muda yang gagah berani yaitu Abimanyu.


Bagawan Durna memutuskan strategi yaitu Pasukan Pandawa harus dipancing dipecah menjadi 3 bagian, Arjuna dipancing musuhnya keluar dari Tegal Kurusetra lari kearah pantai, Werkudara dipancing musuhnya lari keselatan kearah pegunungan. Tinggal Abimanyu sendiri ditinggal di Tegal Kurusetra. Pasukan Kurawa menggunakan gelar perang “tepung gelang”. Abimanyu yang seorang diri dipancing untuk masuk ke perangkap yang dirancang Bagawan Durna.

Bagawan Durna memerintahkan kepada Adipati Karna untuk melepaskan anak panah yang ditujukan ke arah kuda yang ditunggangi Abimanyu. Kuda Abimanyu roboh seketika ke tanah setelah terkena anak panah tepat mengenai lehernya. Hati Abimanyu terasa teriris-iris setelah mengetahui kudanya tewas terkena anak panah. “aja mati dewe tak belani” (jangan mati sendiri aku membelamu). Abimanyu segera melompat sambil memegang sebuah pedang mengejar prajurit Kurawa. Siasat perang Bagawan Durna benar-benar terlaksana, dengan dipancing seorang prajurit Abimanyu masuk ke perangkap yang dinamakan pasukan “tepung gelang”. Abimanyu seorang diri dikepung ribuan prajurit yang membentuk lingkaran besar dengan anak panah siap melesat dari busurnya.

Bagawan Durna memberi aba-aba satu..,dua…,tigaaaa….,semua prajurit melepaskan anak panah kearah Abimanyu yang berada di tengah-tengah. Abimanyu terkena panah dari segala arah. Seluruh tubuh Abimanyu sudah tidak ada bagian yang tidak terkena anak panah. Darah mengalir membasahi tubuh Abimanyu. Menurut kisah busur panah yang digunakan prajurit Kurawa sengaja dibuat dari kayu “sempu”, kayu tersebut yang menyaksikan ketika Abimanyu bersumpah kepada Dewi Tari =

Adinda Dewi Tari percayalah kepadaku tidak ada orang yang paling kucinta selain dirimu…, siang malam aku selalu memikirkanmu, aku tidak bisa lepas dari bayangan wajahmu! Kata Abimanyu.

 “Baik.., Kakang Abimanyu. Saya percaya kalau Kakang mencintaiku.., tetapi Kakang Abimanyu sudah punya istri aku tidak mau menyakiti perasaan wanita, karena aku juga seorang wanita yang memiliki perasaan.” Kata Dewi Tari

“Aku masih perjaka Dinda.., Aku belum beristri ! Abimanyu merayu.

“Aku tidak yakin Kakang Abimanyu masih perjaka…!” kata Dewi Tari

“Kalau Dinda tidak yakin…, aku berani bersumpah yang disaksikan oleh bumi, langit, gunung, samudera, dan kayu sempu ini.., Aku bersumpah bahwa aku masih perjaka jika aku berbohong aku berani mati dengan dikrocok gaman sewu (ditumbak senjata yang sangat banyak)” kata Abimanyu.

Sumpah Abimanyu menjadi doa yang disaksikan oleh bumi, langit, gunung, dan samudera. Sehingga berhati-hatilah jika kita berbicara ada pepatah mengatakan mulutmu adalah harimaumu. Abimanyu tidak dapat roboh meskipun terkena ribuan anak panah karena tubuhnya ditopang oleh ribuan anak panah yang tertancap di badannya. Prajurit Kurawa segera mendekat karena mengira Abimanyu sudah mati berdiri. Tidak ketinggalan putera mahkota Kurawa Pangeran Lesmana Mandrakumara ikut mendekat melihat dari dekat Abimanyu yang sudah tidak berujud manusia tersebut. Dengan kata-kata yang penuh kesombongan dan menyakitkan Lesmana Mandrakumara menantang Abimanyu. Dengan pongah ia menantang =

katanya kamu pasukan khusus…, hayo mana sekarang kekuatanmu. Ternyata kamu hanya jago ayam potong…, tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan aku. Hayo mana kekuatanmu lawan aku..! kata Lesmana Mandrakumara.

Abimanyu hanya tertunduk malu, dalam hatinya berkata bunuhlah aku biar aku dapat mati sempurna sebagai prajurit yang membela kebenaran, keadilan, sebagai prajurit yang “netepi kesaguhan” mati membela bangsa dan Negara. Air mata Abimanyu mengalir menetes di sela-sela anak panah yang tertancap di wajahnya. Ia teringat akan pesan ayahnya Arjuna dan Ibunya Sembodro yang karena cinta kepadanya ia disembunyikan ditempat rahasia. Tetapi ia sudah terlanjur menjadi korban peperangan. Abimanyu berkata lirih :

Ayah….., Ibu…., jangan marah, jangan sedih …, ananda mati lebih dahulu…, jangan salahkan aku karena aku netepi sumpahku.”

“Jangan menangis kau Abimanyu.., kau prajurit cengeng…, dimana keberanian kamu…, saat ini kamu pasti akan mati…, aku bersumpah jika kau mati istrimu yang cantik itu akan aku rebut, istrimu akan aku boyong ke Kurawa..!” kata Lesmana Mandrakumara.

                 

Mendengar kata-kata Lesmana Mandrakumara hati Abimanyu menjadi marah karena ada kata-kata akan merebut istri yang ia cintai, istri yang menyebabkan ia rela mengorbankan segalanya. Seperti ada kekuatan yang datang, tiba-tiba Abimanyu menebaskan pedang yang masih ia gengam sebelumnya tepat mengenai leher Lesmana Mandrakumara, seketika ia roboh bersimbah darah. Lesmana Mandrakumara tewas seketika. Mengetahui putra mahkota menjadi korban Jayajatra prajurit pengawal raja menghujamkan tombak ke arah dada Abimanyu. Abimanyu roboh seketika iapun meninggal dunia.

Balas Dendam Arjuna

Berita kematian Abimanyu segera sampai ketelinga Kadang Pandawa. Dewi Sembodro ibu Abimanyu langsung lari ke medan pertempuran mencari jasad anaknya. Pasukan pengawal keluarga kerajaan mengejar Dewi Sembodro. Di tengah tanah lapang ditemukan jasad anaknya yang penuh dengan luka “tatune arang kranjang”

anakku yang malang…, mengapa engkau tidak percaya nasehat ibumu….,kalau kau mati ibumu ikut mati saja……..” Sembodro jatuh pingsan dekat jasad anaknya.

“Prajurit.., angkat Tuan Putri bawa ke perkemahan” kata Kresna.

Arjuna segera berlari ikut mendekat jasad anaknya karena ia baru datang dari tempat yang jauh mengejar musuhnya. “Dimana anakku….., oh ngger…, mengapa seperti ini…., jangan mati sendiri, aku akan membalas untuk kamu, Aku bersumpah sebelum matahari terbenam aku harus dapat membunuh Jayajatra kalau tidak lebih baik aku  mati bunuh diri dengan mati obong(masuk kedalam api yang berasal dari tumpukan kayu yang dibakar).”

Berita sumpah Arjuna sampai juga ke telinga prajurit Kurawa, untuk mengatasi hal yang tidak diinginkan Jayajatra untuk sementara disembunyikan di “Gedong Wojo” semacam bunker/bangunan bawah tanah yang letaknya tersembunyi. Orang tua Jayajatra yang bernama Bagawan Sempani selalu berdzikir meminta kepada sang pencipta agar anaknya tidak mati. Hanya saja kadang dzikirnya tidak sesuai karena menggunakan bahasa Indonesia : Tu-han, Tu-han, Tu-han menjadi han-tu, han-tu, han-tu…,anakku Jayajatra hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup, hi-dup,………………….dst.

Hari sudah mulai sore tetapi Arjuna belum dapat membalas kematian anaknya, Kresna yang menjadi botohnya Pandawa merasa kawatir kalau sampai matahari tenggelam Jayadrata tidak dapat dibunuh Arjuna harus netepi jiwa kesatriyanya dengan mati obong. Kresna dengan kekuatan batinnya menciptakan mendung hitam gelap sehingga tampak hari sudah hampir malam. Beliau minta kadang Pandawa untuk menyiapkan kayu bakar dan para prajurit agar berteriak sekeras-kerasnya = Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, suara itu terdengar sampai ke perkemahan prajurit Kurawa karena mengira hari sudah malam, prajurit Kurawa berbondong-bondong mendekat ke perapian ingin melihat dari dekat Arjuna mati obong.

Jayadrata yang berada di Gedong Wojopun mendengar sayup-sayup Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…!, Arjuna mati obong…! Ingin rasanya ia mengetahui apa yang terjadi. Jayadrata memberanikan diri membuka jendela untuk melihat apa yang terjadi dari balik jendela. Bagawan sempani tak henti-hentinya berdzikir kepada Tuhan agar sampai matahari tenggelam nanti anaknya selamat.

Kresna tahu bahwa Jayadrata tidak akan mati jika ayahnya (Bagawan Sempani) berdzikir dengan selalu mengucapkan kata-kata hidup, hidup, hidup…maka Jayadrata tidak akan mati.

Tetapi tidak kurang akal, Kresna mengubah wujudnya menjadi seekor lalat yang mengganggu Bagawan Sempani yang sedang berdzikir. Lalat tersebut hinggap dibibir Bagawan Sempani, sebentar terbang hinggap di mata sebentar hinggap di bibir kanan Bagawan Sempani, ketika dipukul pakai tangan lalat tersebut hinggap di pelipis.

Pada saat dzikir Bagawan Sempani selalu mengucapkan kata-kata = “Anakku Jayajatra hidup, hidup, hidup” tiba-tiba lalat hinggap dipupu Bagawan Sempani, sejenak dzikir Bagawan Sempani terdiam sebentar, kemudian dengan mengambil ancang-ancang Bagawan Sempani memukul lalat tersebut dengan tangannya “mati, mati, mati kamu” seketika lalat berubah wujud menjadi Kresna dengan berkata “Bagawan Sempani anakmu Jayadrata mati.”


Ditempat yang terpisah Arjuna sudah bergerilya mengintip persembunyian Jayadrata di Gedong Wojo. Jayadrata berusaha membuka jendela untuk mengetahui apa benar Arjuna mati obong. Pada waktu Jayadrata membuka jendela secepat kilat melesat panah Arjuna tepat mengenai leher Jayadrata bersamaan dengan Dzikir Bagawan Sempani berucap mati, mati, mati,… maka tewaslah Jayadrata dan lunaslah sumpah Arjuna. Ternyata hari belum malam, setelah mendung hilang matahari tampak bersinar ikut menyaksikan tewasnya sang angkara murka Jayadrata.

Gugurnya Abimanyu dalam perang Baratayuda dalam khasanah budaya jawa akibat sumpah palsu yang pernah ia lontarkan kepada Dewi Utari sebagai pembelajaran “ngunduh wohing pakarti, sing nandur kabecikan ngunduh kabecikan sing nandur ala bakale ciloko”

Belum ada Komentar untuk "Kisah Asal Usul Abimanyu Putra Arjuna (Pandawa Lima) dari lahir hingga tewas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel