Sejarah asal usul Kerajaan Mataram kuno

Kerajaan Mataram Kuno

Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh menyerang Purbasora yang saat itu menguasai Kerajaan Galuh dengan bantuan dari Tarusbawa dan berhasil melengserkannya. Prabu Harisdarma pun menjadi raja Kerajaan Sunda Galuh. Prabu Harisdarma yang juga ahli waris dari Kalingga, kemudian menjadi penguasa Kalingga Utara yang disebut Bumi Mataram dan dikenal dengan nama Sanjaya pada tahun 732 M. Sanjaya atau Prabu Harisdarma, raja kedua Kerajaan Sunda (723-732 M), menjadi raja Kerajaan Mataram (Hindu) (732-760 M). ia adalah pendiri Kerajaan Mataram Kuno sekaligus pendiri Wangsa Sanjaya.

Prasasti Canggal merupakan salah satu bukti sejarah kerajaan mataram kuno Prasasti yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Canggal berangka Tahun 732 M dalam bentuk Candrasangkala. Menggunakan huruf pallawa dan bahasa sangsekerta. Isi dari prasasti tersebut menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) yang merupakan agama Hindu beraliran Siwa di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanya serta menceritakan bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah sena yang kemudian digantikan oleh Sanjaya.

Prasasti Metyasih/Balitung Prasasti ini ditemukan di desa Kedu, berangka tahun 907 M.  Prasasti Metyasih yang diterbitkan oleh Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) terbuat dari tembaga.. Prasasti ini dikeluarkan sehubungan dengan pemberian hadiah tanah kepada lima orang patihnya di Metyasih, karena telah berjasa besar terhadap Kerajaan serta memuat nama para raja-raja Mataram Kuno, Adapun nama raja dari Wangsa Sanjaya yang pernah berkuasa, diantaranya :

1.Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)

Masa Sanjaya berkuasa adalah masa-masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng. Kesusasteraan tidak menjadi monopoli kelas profesional. Pendidikan puisi merupakan pendidikan yang wajib diikuti oleh umum, terlebih bagi kalangan pegawai istana dan pemuka masyarakat.

Sanjaya memberikan wejangan-wejangan luhur untuk anak cucunya. Apabila sang Raja yang berkuasa memberi perintah, maka dirimu harus berhati-hati dalam tingkah laku, hati selalu setia dan taat mengabdi pada sang raja. Bila melihat gerak lirik raja, tenagkanlah dirimu menerima perintah dan tindakan dan harus menangkap isinya. Bila belum mampu mengadu kemahiran menagkap tindakan, lebih baik duduk terdiam dengan hati ditenangkan dan jangan gentar dihadapan sang raja.

Sanjaya selalu menganjurkan perbuatan luhur kepada seluruh punggawa dan prajurit kerajaan. Ada empat macam perbuatan luhur untuk mencapai kehidupan sempurna, yaitu:

Tresna (Cinta Kasih)Gumbira (Bahagia)Upeksa (tidak mencampuri urusan orang lain)Mitra (Kawan, Sahabat, Saudara atau Teman)

Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya mangkat kira-kira pertengahan abad ke-8 M. Ia digantikan oleh putranya Rakai Panangkaran.

2. Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)

Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia yang berhasil mengambangkan potensi wilayahnya. Rakai Pangkaran berhasil mewujudkan cita-cita ayahandanya, Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya dengan mengambangkan potensi wilayahnya.

Nasehatnya yang terkenal tentang kebahagiaan hidup manusia  adalah :

Kasuran (Kesaktian)Kagunan (Kepandaian)Kabegjan (Kekayaan) Kabrayan (Banyak Anak Cucu)Kasinggihan (Keluhuran)Kasyuwan (Panjang Umur)Kawidagdan (Keselamatan)

Menurut Prasati Kalasan, pada masa pemerintahan Rakai Panangkaran dibangun sebuah candi yang bernama Candi Tara, yang didalamnya tersimpang patung Dewi Tara. Terletak di Desa Kalasan, dan sekarang dikenal dengan nama Candi Kalasan.

3. Sri Maharaja Rakai Panaggalan (780-800 M)

Rakai Pananggalan yang berarti raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Beliau berjasa atas sistem kalender Jawa Kuno. Rakai Panggalan juga memberikan rambu-rambu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti berikut ini“Keselamatan dunia supaya diusahakan agar tinggi derajatnya. Agar tercapai tujuannya tapi jangan lupa akan tata hidup”

Visi dan Misi Rakai Panggalan yaitu selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Perwujudan dari visi dan misi tersebut yaitu Catur Guru. Catur berarti empat Guru berarti berat. Jadi artinya empat guru yang mempunyai tugas berat. Catur Guru terdiri dari :

- Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
- Guru Swadaya, Tuhan
- Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah·
- Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama

Pemberian penghormatan dalam bidang pendidikan, maka kesadaran  hukum dan pemerintahan di Mataram masa Rakai Pananggalan dapat diwujudkan.

4. Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)

Rakai Warak, yang berarti raja mulia yang peduli pada cita-cita luhur. Pada masa pemerintahannya, kehidupan dalam dunia militer berkembang dengan pesat. Berbagai macam senjata diciptakan. Rakai Warak sangat mengutamakan ketertiban yang berlandaskan pada etika dan moral. Saat Rakai Warak berkuasa, ada tiga pesan yang diberikan, yaitu :

1. Kewajiban raja adalah jangan sampai terlena dalam menata, meneliti, memeriksa dan melindungi.

2.Pakaian raja adalah menjalankanlah dengan adil dalam memberi hukuman dan ganjaran kepada yang bersalah dan berjasa.

3. Kekuatan raja adalah bisa mengasuh, merawat, mengayomi dan memberi anugrah.

4. Sri Maharaja Rakai Garung  (820-840 M)

Garung memiliki arti raja mulia yang tahan banting terhadap segala macam rintangan. Demi memakmurkan rakyatnya, Sri Maharaja Rakai Garung bekerja siang hingga malam. Hal ini dilakukan tak lain hanya mengharap keselamatan dunia raya yang diagungkan dalam ajarannya.

Dalam menjalankan pemerintahannya Rakai Garung memiliki prinsip tri kaya parasada yang berarti tiga perilaku manusia yang suci. Tri Kaya Parasada yang dimaksud, yaitu :
- Manacika yang berarti berfikir yang baik dan benar.
- Wacika yang berarti berkata yang baik dan benar.
- Kayika yang berarti berbuat yang baik dan benar.

6. Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)

Dinasti Sanjaya mengalami masa gemilang pada masa pemerintahan Rakai Pikatan. Dalam Prasasti Tulang Air di Candi Perut (850 M) menyebutkan bahwa Rakai Pikatan yang bergelar Ratu mencapai masa kemakmuran dan kemajuan. Pada masa pemerintahannya, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya. Namun Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya dan bahkan pasukan Balaputera Dewa dapat dipukul mundur dan melarikan diri ke Palembang.

Pada zaman Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang. Pembuatan Candi tersebut terdapat dalam prasasti Siwagraha yang berangka tahun 856 M. Rakai Pikatan terkenal dengan konsepnya Wasesa Tri Dharma yang berarti tiga sifat yang mempengaruhi kehidupan manusia.

7. Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856 – 882 M)

Prasasti Siwagraha menyebutkan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi memiliki gelar Sang Prabu Dyah Lokapala. Tugas utamanya yaitu memakmurkan, mencerdaskan, dan melindungi keselamatan warga negaranya.

Pada masa pemerintahannya, Rakai Kayuwangi menuturkan bahwa ada  enam alat untuk mencari ilmu, yaitu :

1.Bersungguh-sungguh tidak gentar

Semua tutur kata dan budi bahasa dilakukan dengan baik, selaras dan menyatu.

2.Bertenggang rasa

Memperhatikan sikap yang kurang baik dengan kebenaran.

3.Ulah pikiran

Menimbang-nimbang dengan memperhatikan tujuan kemampuan dan kemauan yang diterapkan harus atas pemikiran yang tepat.

4.Penerapan ajaran 

Dalam setiap melaksanakan kehendak harus dipertimbangkan, jangan sampai tergesa-gesa. Jangan melupakan ajaran terdahulu, ajaran masa kini perlu untuk diketahui

5.Kemauan

Sanggup sehidup semati, mematikan keinginan dan membersihkan diri. Dalam kata lain, tekad dan niat harus dilakukan dantidak segan-segan dalam melakukan pekerjaan

6.Menguasai berbagai bahasa

Memahami semua bahasa agar mampu mengatasi perhubungan serta mampu mengakrabi siapa saja.

8. Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882 – 899 M)

Sri Maharaja Rakai Watuhumalang memiliki prinsip dalam menjalankan pemerintahannya. Prinsip yang dipegangnya adalah  Tri Parama Arta yang berarti tiga perbuatan untuk mengusahakan kesejahteraan dan kebahagiaan orang lain. Tri Parama Arta terdiri dari :

1. Cinta Kasih, menyayangi dan mengasihi sesama makhluk sebagaimana mengasihi diri sendiri.

2.Punian, perwujudan cinta kasih dengan saling tolong menolong dengan memberikan sesuatu yang dimiliki secara ikhlas.

3.Bakti, perwujudan hati nurani berupa cinta kasih dan sujud Tuhan, orang tua, guru dan pemerintah.

9.Sri Maharaja Watukumara Dyah Balitung (898 – 915 M)

Pada masa pemerintahannya beliau memiliki seorang teknokrat intelektual yang handal bernama Daksottama. Pemikirannya mempengaruhi gagasan Sang Prabu Dyah Balitung. Masa pemerintahannya duja menjadi masa keemasan bagi Wangsa Sanjaya. Sang Prabu aktif mengolah cipta karya untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya. Dalam mengolah cipta karya, tahun 907 Dyah Balitung membuat Prasasti Kedu atau Metyasih yang berisikan nama-nama raja Kerajaan Mataram Wangsa Sanjaya. Serta menjelaskan bahwa pertunjukan wayang (mengambil lakon Bima di masa muda) untuk keperluan upacara telah dikenal pada masa itu.

10. Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)

Daksottama yang berarti sorang pemimpin yang utama dan istimewa. Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, Daksottama dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja Mataram Hindu.

11.Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)

Rakai Dyah Tulodhong mengabdikan dirinya kepada masyarakat menggantikan kepemimpinan Rakai Daksottama. Keterangan tersebut termuat dalam Prasasti Poh Galuh yang berangka tahun   809 M. Pada masa pemerintahannya, Dyah Tulodhong sangat memperhatikan kaum brahmana

12. Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)

Rakai Sumba Dyah Wawa dinobatkan sebagai raja Mataram pada tahun 921 M. Beliau terkenal sebagai raja yang ahli dalam berdiplomasi, sehingga sangat terkenal dalam kancah politik internasional.

Roda perekonomian pada masa pemerintahannya berjalan dengan pesat. Dalam menjalankan pemerintahannya Dyah Wawa memiliki visiTri Rena Tata yang berarti tiga hutang yang dimiliki manusia. Pertama hutang kepada Tuhan yang menciptakannya, Kedua hutang jasa kepada leluhur yang telah melahirkannya. Dan ketiga, hutang ilmu kepada guru yang telah mengajarkannya.

13. Sri Maharaja Rakai Empu Sendok (929 – 930 M)

Empu Sendok, terkenal dengan kecerdasan, ketangkasan , kejujuran dan kecakapannya. Manajemen dan Akuntansi dikuasai, psikologi diperhatikan.

RUNTUHNYA WANGSA SANJAYA

Pada abad ke-10, Dyah Wawa mempersiapkan stategi suksesi Empu Sendok yang memiliki integritas dan moralitas sebagai calon pemimpin Mataram. Pada saat itulah pemerintahan Dyah Wawa mengalami kemunduran. Empu Sendok yang memegang pemerintahan setelah Dyah Wawa meninggal merasa khawatir terhadap serangan yang dilancarkan oleh Kerajaan Sriwijaya. Empu Sendok memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa Timur Sumber lain menyebutkan perpindahan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah.

Mataram Budha – Wangsa Syailendra (752 M) Syailendra adalah wangsa atau dinasti Kerajaan Mataram Kuno yang beragama Budha. Wangsa Syailendra di Medang, daerah Jawa Tengah bagian selatan. Wangsa ini berkuasa sejak tahun 752 M dan hidup berdampingan dengan Wangsa Sanjaya.

Nama Syailendra pertama kali dijumpai dalam Prasasti Kalasan yang berangka tahun 778 M. Ada beberapa sumber yang menyebutkan asal-usul keluarga Syailendra, Yaitu :

Nilakanta Sastri dan Moes yang berasal dari India dan menetap di Palembang menyatakah bahwa pada tahun 683 M keluarga Syailendra melarikan diri ke Jawa karena terdesak oleh Dapunta Hyan merupakan salah satu sumber sejarah

Kumudian ada Codes beranggapan bahwa Syailendra yang ada di Nusantara berasal dari Funan (Kamboja). Kerusuhan yang terjadi di Funan mengakibatkan keluarga Kerajaan Funan menyingkir ke Jawa dan menjadi penguasa di Mataram pada abad ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.

Menurut Purbatjaraka, Keluarga Syailendra adalah keturunan dari Wangsa Sanjaya di era pemerintahan Rakai Panangkaran. Raja-raja dari keluarga Sayilendra adalah asli dari Nusantara sejak Rakai Panangkaran berpindah agama menjadi penganut agama Budha Mahayana. Pendapatnya tersebut berdasarkan Carita Parahiyangan yang menyebutkan bahwa Sanjaya menyerahkan kekuasaanya di Jawa Barat kepada puteranya dari Tejakencana, yaitu Rakai Tamperan atau Rakeyan Panambaran dan memintanya untuk berpindah agama, Selain dari teori tersebut di atas dapat dilihat dari beberapa Prasasti yang ditemukan, Yaitu :

1. Prasasti Sojomerto

Prasasti yang berasal dari pertengahan abad ke-7 itu berbahasa Melayu Kuno di desa Sojomerto, Kabupaten Pekalongan yang menjelaskan bahwa Dapunta Syailendra adalah penganut agamat Siwa

2.Prasasti Kalasan

Prasasti yang berangka tahun 778 M merupakan prasasti peninggala Wangsa Sanjaya. Prasasti ini menceritakan tentang pendirian Candi Kalasan oleh Rakai Panagkaran atas permintaan keluarga Syailendra serta sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk umat Budha.

3.Prasasti Klurak

Prasasti yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan menyebutkan tentang pembuatan Arca Manjusri yang merupakan perwujudan Sang Budha, Wisnu dan Sanggha. Prasasti ini juga menyebutkan nama raja yang berkuasa saat itu yang bernama Raja Indra.

4.Prasasti Ratu Boko

Prasasti berangka tahun 865 M menyebutkan tentang kekalahan Raja Balaputra Dewa dalam perang saudara melawan kakaknya Pradhowardhani dan melarikan diri ke Palembang.

Nama Syailendra juga muncul dalam Prasasti Klurak  (782 M) “Syailendrawansantilakena”, Prasasti Abhayagiriwihara (792 M) “Dharmmatunggadewasyasailendra”, Prasasti Kayumwunan (824 M) “Syailendrawansatilaka”,

Kehidupan  sosial Kerajaan Mataram Dinasti Syailendra ditafsirkan telah teratur. Hal ini dilihat dari pembuatan Candi yang menggunakan tenaga rakyat secara bergotong royong. Dari segi budaya Kerajaan Dinasti Syailendra juga banyak meninggalkan bangunan-bangunan megah dan bernilai.

Adapun Raja-raja yang pernah berkuasa, yaitu :

1. Bhanu (752 – 775 M)

Raja Banu merupakan Raja pertama sekaligus pendiri Wangsa Syailendra

 2. Wisnu (775 – 782 M)

Pada masa pemerintahannya, Candi Borobudur mulai dibangun tepatnya 778 M.

 3.Indra (782 – 812 M)

Pada masa pemerintahannya, Raja Indra membuat Klurak yang berangka tahun 782 M, di daerah Prambanan

4.Samaratungga ( 812 – 833 M)

Raja Samaratungga berperan menjadi pengatur segala dimensi kehidupan rakyatnya. Sebagai raja Mataram Budha, Samaratungga sangat menhayati nilai agama dan budaya Pada masa pemerintahannya Candi Borobudur selesai dibangun.

5.Pramodhawardhani (883 – 856 M)

Pramodhawardhani adalah putri Samaratungga yang dikenal cerdas dan cantik. Beliau bergelar Sri Kaluhunan, yang artinya seorang sekar kedhaton yang menjadi tumpuan harapan bagi rakyat. Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri raja Rakai Pikatan, Raja Mataram Kuno dari Wangsa Sanjaya.

6.Balaputera Dewa (883 – 850 M)

Balaputera Dewa adalah putera Raja Samaratungga dari ibu yang bernama Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Dari Prasasti Ratu Boko, terjadi perebutan tahta kerajaan oleh Rakai Pikatan yang menjadi suami Pramodhawardhani. Balaputera Dewa merasa berhak mendapatkan tahta tersebut karena beliau merupakan anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan kepada Rakai  Pikatan yang keturunan Sanjaya. Dalam peperangan saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Pelembang.

Itulah sedikit ulasan tentang Kerajaan Mataram Kuno. Semoga bermanfaat

Belum ada Komentar untuk "Sejarah asal usul Kerajaan Mataram kuno"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel